Protein merupakan
biopolimer yang tersusun dari sejumlah asam amino tertentu yang dihubungkan
oleh ikatan peptida. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi sel.
Analisis protein dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis
kualitatif digunakan untuk mengetahui keberadaan protein dalam suatu bahan,
sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui kadar protein yang
terkandung dalam suatu bahan. Analisis biokimia protein didasarkan pada akurasi
kadar protein. Terdapat berbagai metode yang dapat digunakan untuk mengukur
kadar protein terlarut diantaranya adalah Biuret, Bradford, Lawry,
Bicinchoninic acid, dan Derivat Amin (Noble dan Bailey 2009).
Pada praktikum ini
dilakukan pengukuran kadar protein menggunakan metode Bradford. Metode Bradford
merupakan metode kolorimetri dye-binding
yang dipopulerkan oleh Marion M Bradford. Metode Bradford didasarkan pada
interaksi asam amino dengan Coomassie
Brilliant Blue G250 (CBB G250) dalam kondisi asam. Metode Bradford
merupakan metode yang lebih sederhana, inkubasi lebih cepat, lebih murah, kompatibel
dengan agen pereduksi, dan lebih sensitif terhadap protein dibandingkan dengan
metode Lawry (Kruger 1994; Cheng et al. 2016;
Erns dan Zor 2010).
Metode Bradford
memiliki 2 tipe pengujian yaitu microassay
dan assay. Microassay digunakan untuk deteksi 1-10 µg protein, sedangkan assay digunakan untuk deteksi 10-100 µg
protein (Kruger 1994). Kekurangan metode Bradford adalah tidak kompatibel
dengan senyawa interferensi atau surfaktan (misalnya sodium dodecyl sulfate
yang digunakan untuk melisiskan sel). Adanya surfaktan pada sampel menyebabkan
kesetimbangan bergeser dan meningkatkan nilai absorbansi (Lozzi et al. 2008; Cheng et al. 2016). Selain itu reagen CBB G250 bersifat asam, sehingga
hanya beberapa protein yang dapat diuji dengan menggunakan reagen tersebut. CBB
G250 hanya bisa berikatan dengan asam amino basa (lisina, histidina, dan arginina)
dan asam amino aromatik (triptofan, fenilalanina, dan tirosina) (Lozzi et al. 2008).
CBB G250 berwarna merah
dan akan berwarna biru ketika berikatan dengan protein (kompleks pewarna-protein).
Jumlah ikatan antara pewarna dengan protein dapat diukur pada panjang gelombang
595 nm. Kelompok asam sulfonat anion pada pewarna akan berpasangan dengan bagian
kation pada asam amino lisin, arginin, histidin. Selain itu, pewarna juga dapat
berikatan dengan asam amino nonopolar pada bagian hidrofobik (Sapan et al. 1999; Georgiou et al. 2008). Kadar protein ditentukan
dengan persamaan linier yang dihasilkan dari pembuatan kurva standar. Kurva
standar yang dihasilkan harus linier dan nilai R2 yang dihasilkan
mendekati 1, artinya korelasi antara nilai absorbansi dengan kadar protein
berbanding lurus. Pembuatan kurva standar menggunakan protein standar. Protein
standar yang digunakan dalam praktikum ini adalah Bovine Serum Albumin (BSA). Keuntungan menggunakan BSA adalah
murah, mudah didapat, dan mudah larut. Selain itu BSA relatif stabil sehingga dapat
digunakan untuk estimasi kadar protein.
Tujuan
Praktikum
ini bertujuan untuk mengukur kadar protein sampel (A5 dan A10) dengan
menggunakan metode Bradford dan nilai absorbansi diukur dengan menggunakan
spektrofotometri.
METODE
Bahan
4,5 mL protein BSA
(Bovin Serum Albumin) mg/mL, 4,5 mL aquades, reagen bradford (komposisi 0,025
gr coomassie brilliant blue G250, 12,5 mL etanol pa 95%, 25 mL asam ortofosfat
dan aquades), 0,06 mL protein A10, dan 0,06 mL protein A5.
Alat
Alat yang digunakan
dalam praktikum ini adalah tabung reaksi, rak tabung, gelas ukur, mikropipet, kuvet,
vorteks, neraca analitik, dan spektrofotometri.
Prosedur
Praktikum
Praktikum
ini dibagi menjadi 4 tahap yaitu pembuatan BSA sebagai protein standar,
pembuatan reagen Bradford, pembuatan kurva standar, dan pengukuran kadar
protein yang diperoleh dari perhitungan nilai absorbansi yang dimasukkan
kedalam persamaan liner.
Pembuatan
BSA
BSA
ditimbang sebanyak 20 mg kemudian dilarutkan kedalam aquades sebanyak 20 mL lalu
dihomogenkan. Selanjutnya sebanyak 4,5 mL BSA digunakan untuk pengujian kadar
protein.
Pembuatan
Reagen Bradford
Reagen
Bradford dibuat dengan komposisi bahan yaitu 0,025 gr CBB G250, 12,5 mL etanol
pa 95%, dan 25 mL asam ortofosfat. Semua bahan tersebut dicampurkan kemudian
ditambah aquades hingga volume akhir mencapai 250 mL lalu disaring dengan
kertas saring. 250 mL reagen Bradford tersebut merupakan stok pekat untuk 5
kali pengenceran. Reagen Bradford dibuat pekat untuk menghindari terjadinya
oksidasi. Pembuatan reagen Bradford dengan 5 kali pengenceran adalah sebanyak
40 mL stok reagen Bradford diambil kemudian dimasukkan kedalam gelas ukur lalu
ditambahkan aquades hingga volume akhir mencapai 200 mL.
Pembuatan
Kurva Standar
Standar
protein yang digunakan dalam penelitian ini adalah BSA. Sebanyak 11 tabung
reaksi diisi dengan perbandingan BSA dan aquades yang berbeda yaitu 0:1;
0,1:0,9; 0,2:0,8; 0,3:0,7; 0,4:0,6; 0,5:0,5; 0,6:0,4; 0,7:0,3; 0,8:0,2;
0,9:0,1; 1:0 sehingga setiap tabung reaksi berisi 1 mL campuran akuades dan
BSA. Selanjutnya diambil 60 µL dari setiap tabung kemudian dimasukkan kedalam
tabung reaksi lain yang bersih. Setelah itu masing-masing tabung ditambahkan 3
mL reagen Bradford kemudian dihomogenkan menggunakan vorteks lalu didiamkan
pada suhu ruang selama 10 menit agar terjadi reaksi antara reagen dengan
protein. Absorbansi diukur dengan panjang gelombang 595 nm. Melalui pembuatan
kurva standar akan dihasilkan persamaan regresi Y=ax+b yang digunakan untuk
menentukan kadar protein terlarut.
Pengukuran
Protein
Protein
sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah A5 dan A10. Masing-masing
protein diambil sebanyak 60 µL
kemudian masing-masing ditambahkan 3 mL reagen Bradford lalu divorteks kemudian
didiamkan pada suhu ruang selama 10 menit. Absorbansi diukur dengan menggunakan
spektrofotometri pada panjang gelombang 595 nm. Hasil absorbansi pada
masing-masing protein sampel disubtitusikan kedalam rumus persamaan regresi
sehingga akan didapatkan kadar protein terlarutnya.
HASIL
Hasil
dari praktikum ini adalah nilai-nilai absorbansi yang diperoleh dari pembacaan
spektrofotometri. Tabel 1 menunjukkan nilai absorbansi yang dihasilkan dari
hasil pembacaan spektrofotometri pada larutan protein standar BSA.
Tabel 1. Nilai Absorbansi Protein Standar
BSA
(mL)
|
Akuades (mL)
|
Standar BSA
(mg mL-1)
|
Absorbansi 595 nm
|
0
|
1
|
0
|
0,156
|
0,1
|
0,9
|
0,1
|
0,267
|
0,2
|
0,8
|
0,2
|
0,33
|
0,3
|
0,7
|
0,3
|
0,38
|
0,4
|
0,6
|
0,4
|
0,405
|
0,5
|
0,5
|
0,5
|
0,424
|
0,6
|
0,4
|
0,6
|
0,529
|
0,7
|
0,3
|
0,7
|
0,594
|
0,8
|
0,2
|
0,8
|
0,605
|
0,9
|
0,1
|
0,9
|
0,607
|
Nilai-nilai
absorbansi yang terdapat pada Tabel 1 tersebut selanjutnya dapat digunakan
untuk membuat kurva standar. Kurva standar yang dibuat dari protein standar BSA
dapat dilihat pada Gambar 1.
Persamaan
regresi yang didapatkan dari kurva standar BSA yaitu Y=0,4976x + 0,2058.
Persamaan tersebut selanjutnya akan digunakan untuk menentukan kadar protein
sampel (x) yaitu dengan cara subtitusi nilai absorbansi dari masing-masing
protein sampel ke dalam persamaan regresi sebagai Y. Tabel 2 menunjukkan nilai
absorbansi dan kadar protein sampel A5 dan A10.
Tabel
2. Hasil Spektrofotometri dan Kadar Protein Sampel
Protein sampel
|
Nilai absorbansi
595 nm
|
Kadar protein (mg mL-1)
|
A5
|
0,479
|
0,549
|
A10
|
0,604
|
0,800
|
Penghitungan kadar protein sampel A5 dan A10 sebagai berikut.
Protein sampel A5:
Y = 0,4976x + 0,2058
0,479 = 0,4976x +
0,2058
0,4976x = 0,479 -
0,2058
x = 0,549
Protein sampel A10:
Y = 0,4976x + 0,2058
0,604 = 0,4976x +
0,2058
0,4976x = 0,604 - 0,2058
x = 0,800
PEMBAHASAN
Terbentuknya kurva
linier menunjukkan hubungan antara absorbansi dengan kadar protein berbanding
lurus. Semakin tinggi nilai absorbansi semakin tinggi kadar protein yang
dihasilkan. Hubungan antara nilai absorbansi dan kadar protein ditentukan oleh
nilai R2. nilai R2 yang sama dengan 1 atau mendekati 1
menunjukkan arti bahwa semakin kuat hubungan antara nilai absorbansi dan kadar
protein. Meskipun sudah terlihat membentuk kurva linier namun nilai R2
yang dihasilkan dari praktikum ini adalah 0,95. Nilai tersebut masih kurang
akurat untuk menunjukkan hubungan antar variabel. Hal tersebut disebabkan oleh cara
memipet yang kurang tepat sehingga mempengaruhi ketepatan dalam membuat
konsentrasi larutan protein standar BSA. Selain itu hasil pembuatan kurva
standar juga dipengaruhi oleh konsentrasi BSA dan kalibrasi alat spektrofotometri.
Pembuatan kurva standar
menghasilkan persamaan regresi linier yaitu Y=0,4976x + 0,2058. Persamaan
tersebut digunakan untuk mengetahui kadar protein sampel. Kadar protein sampel
A5 sebesar 0,549 mg/mL sedangkan protein sampel A10 sebesar 0,800 mg/mL. Tingginya
nilai absorbansi pada sampel protein menunjukkan dua kemungkinan, yaitu jumlah
protein sebenarnya yang dapat diukur dengan metode Bradford atau jumlah protein
sekaligus adanya senyawa interferensi yang menyebabkan meningkatnya absorbansi.
Hal tersebut perlu untuk dipastikan yaitu dengan mengetahui kandungan protein
sampel yang digunakan.
Metode
Bradford menggunakan reagen berupa zat warna CBB G250. Sebelum direaksikan
dengan protein, warna reagen bradford yang dalam kondisi asam karena adanya
asam ortofosfat adalah merah. Setelah reagen ditambahkan kedalam tabung berisi
protein maka warna yang terlihat adalah biru. Hal tersebut disebabkan adanya
ikatan antara pewarna dengan asam amino penyusun protein. CBB G250 pada kondisi
asam (kation) berwarna merah (absorbansi maksimum pada panjang gelombang 470 nm),
pada kondisi netral berwarna hijau (absorbansi maksimum pada panjang gelombang
650 nm), dan pada kondisi basa (anion) berwarna biru (absorbansi maksimum pada
panjang gelombang 595 nm) (Compton dan Jones 1985; Georgiou et al. 2008). Gambar 2 menunjukkan mekanisme
CBB G250 berikatan dengan protein.
Gambar 2 menjelaskan bahwa saat kondisi
netral, CBB G250 berinteraksi dengan asam amino hidrofobik dan gugus sulfonat
anion pada CBB G250 berikatan dengan bagian kation asam amino histidina,
arginina, leusina. Saat kondisi basa (anion), asam amino hidrofobik tidak
berinteraksi dengan CBB G250, sedangkan gugus sulfonat anion pada CBB G250
berikatan dengan bagian kation asam amino histidin, arginin, leusin. Saat
kondisi asam (kation) tidak ada interaksi antara CBB G250 dengan asam amino
(Georgiou et al. 2008.
SIMPULAN
Simpulan dari praktikum ini adalah kadar
protein sampel A5 adalah 0,549 mg/mL dan kadar protein sampel A10 adalah 0,800
mg/mL.
Terimakasih
BalasHapusoh iya
Hapussama-sama Mas Rifky Faradha
Terimalallkasih sangat bermanfaat
BalasHapus