Jumat, 08 September 2017

PEGUKURAN KADAR INDOLE-3 ACETIC ACID (IAA) YANG DIHASILKAN OLEH BAKTERI

1.      PENDAHULUAN

Latar Belakang
Aktivitas mikroba tertinggi terdapat di dalam lapisan tanah yang kaya nutrisi dan di rhizosfer (Madigan et al. 2015). Rhizosfer merupakan zona tanah disekitar sistem perakarana tanaman. Rhizobakteria merupakan kelompok bakteri yang berkolonisasi di rhizosfer baik didalam (endofit) maupun diluar sistem perakaran tanaman. Komponen kimia yang disekresikan oleh akar tanaman bertindak sebagai atraktan bagi mikroba tanah. Komponen kimia yang disekresikan oleh akar kedalam tanah (rhizosfer) disebut eksudat akar. Komponen eksudat akar antara lain asam amino, asam organik, gula, vitamin, nukleosida, enzim, dan ion inorganik (Dakora & Phillips 2002). Bakteri yang mampu menstimulasi pertumbuhan tanaman melalui interaksinya dengan akar tanaman dikelompokkan dalam bakteri plant growth promoting rhizobacteria (PGPR).
PGPR terlibat dalam pertumbuhan dan pekembangan tanaman secara langsung maupun tidak langsung. Interaksi PGPR secara langsung yaitu berkaitan dengan fiksasi nitrogen (dilakukan oleh PGPR simbion maupun nonsimbion), pelarutan fosfat, dan produksi zat pemicu pertumbuhan, sedangkan interaksi PGPR secara tidak langsung yaitu sebagai agen biokontrol dan agen toleran terhadap stres lingkungan (Arshad 2007; lugtenberg & kamilova 2009; Glick 2012).
Pada praktikum ini dilakukan uji kemampuan bakteri dalam menghasilkan IAA (Indole Acetic Acid) sebagai zat pemicu pertumbuhan tanaman. Penelitian mengenai bakteri penghasil IAA sudah banyak dilakukan. Rhizobacteria yang mampu menghasilkan IAA diantaranya adalah Azotobacter sp, dan Rhizobium sp., Lysinibacillus fusiformis, Bacillus subtilis, Brevibacterium halotolerans, Bacillus licheniormis, Bacillus pumilus, Achromobacter xylosoxidant, Pseudomonas putida, Bacillus amyloliquefaciens (Joseph et al. 2007; Sgroy et al. 2009). Rhizobacteria tersebut merupakan kelompok bakteri yang mampu bersimbiosis mutualisme dengan tanaman secara mutualisme, netralisme, dan dapat menjadi parasitisme pada kondisi tertentu.
IAA disintesis pada daerah meristematik dan pada organ yang aktif melakukan pertumbuhan diantaranya koleoptil, ujung akar, perkecambahan biji, dan tunas apikal pada batang. Aktivitas IAA dapat dihambat oleh cahaya. Prekursor pembentukan IAA adalah triptofan (Srivastava 2002). Terdapat 3 tahap pembentukan triptofan yaitu penghilangan gugus amin pada triptofan oleh enzim tryptophan aminotransferase membentuk indole-3–pyruvic acid (IPA), dekarboksilasi IPA membentuk indole-3 acetaldehyde (IAAId) oleh enzim indole-3 pyruvate decarboxylase, dan selanjutnya IAAId dioksidasi menjadi IAA oleh enzim indole-3 acetaldehyde oxidase. Selain itu, pembentukan IAA juga dapat melalui senyawa intermediet lain selain IPA yaitu tryptamine, indole-3 acetamide, dan indole-3 acetaldoxime (Idris et al. 2007).
Identifikasi auksin dapat dilakukan dengan cara ekstraksi dari supernatan hasil kultur bakteri dalam medium cair kemudian dianalisis menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) dan Gas Chromatography Mass Spectrometry (GCMS). Metode lain adalah dengan menggunakan metode kolorimetri yaitu dengan reagen Salkowski untuk deteksi indole. Metode tersebut telah digunakan selama bertahun-tahun karena sederhana, cepat, dan murah. Hasil penelitian Glickmann & Dessaux (1995) menyatakan bahwa reagen Salkowski tidak hanya sensitif terhadap auksin, namun juga terhadap indole pyruvicacid, dan indole acetamide. Prinsip kerja reagen Salkowski adalah oksidasi indole oleh besi pada kondisi sangat asam (Mayer 1958). Reaksi positif dari reagen Salkowski untuk deteksi IAA adalah menunjukkan perubahan warna menjadi merah sampai merah muda.

Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengukur kadar IAA pada supernatan hasil kultur cair bakteri BS3 dan BS6 dengan menggunakan metode kolorimetri Salkowski dan Spektrofotometri.



2.      BAHAN DAN METODE

Bahan
Sampel bakteri BS3 dan BS6, reagen salkowski dengan komposisi 1.351 g FeCl3. 6H2O 0.5M, H2SO4 pekat 150 mL, dan akuades 250 mL, larutan IAA, metanol, dan akuades.


Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah tabung reaksi, rak tabung, gelas ukur, mikropipet, kuvet, vorteks, neraca analitik, sentrifuge, lemari asam, pipet volumetrik, dan spektrofotometri.

Prosedur Praktikum
Praktikum ini dibagi menjadi 3 tahap yaitu pembuatan reagen Salkowski, pembuatan kurva standar, dan pengukuran kadar IAA.

Pembuatan Reagen Salkowski
Reagen Salkowski dibuat dengan cara FeCl3.6H2O 0,5M ditimbang sebanyak 1,351 gram kemudian dilarutkan 100 mL lalu H2SO4 pekat sebanyak 150 mL dialirkan secara perlahan kedalam 100 mL FeCl3. 6H2O. Selanjutnya ditambahkan akuades hingga volume akhir mencapai 250 mL. Pembuatan reagen Salkowski dilakukan didalam lemari asam.

Pembuatan Kurva Standar
Pembuatan kurva standar dilakukan dengan menggunakan standar IAA. IAA dibuat dengan cara sebanyak 3 mg IAA ditimbang kemudian dilarutkan dalam 30 mL metanol. Selanjutnya dibuat beberapa konsentrasi IAA yaitu dengan perbandingan akuades dan IAA yang dapat dilihat pada Tabel 1.


Tabel 1. Konsentrasi IAA
Konsentrasi IAA (ppm)
IAA (mg/mL)
Akuades (mL)
0
0
1
10
0.1
0.9
20
0.2
0.8
30
0.3
0.7
40
0.4
0.6
50
0.5
0.5
60
0.6
0.4
70
0.7
0.3
80
0.8
0.2
90
0.9
0.1
100
1
0


Pengukuran Kadar IAA
            Isolat murni bakteri diinokulasikan ke dalam medium Nutrient Broth yang ditambah dengan 1mM L-Triptofan kemudian diinkubasikan selama 24 jam. Setelah itu dilakukan pemisahan biomasa bakteri (filtrat) dengan cairan (supernatan) menggunakan sentrifuge 11.000 g. Supernatan tersebut selanjutnya digunakan untuk pengujian kadar IAA.
            Sebanyak 1 mL supernatan dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan dengan 4 ml reagen Salkowski lalu dihomogenkan menggunakan vorteks. Selanjutnya sediaan diinkubasi dalam ruang gelap selama 15 menit, setelah itu kadar IAA pada sediaan tersebut diukur menggunakan spektrofotometri pada panjang gelombang 520 nm.

3.      HASIL

Hasil dari praktikum ini adalah nilai-nilai absorbansi tiap konsentrasi larutan standar IAA dan nilai absorbansi dari sampel berdasarkan pembacaan spektrofotometri. Nilai absorbansi dari tiap konsentrasi larutan standar IAA selanjutnya digunakan untuk membuat kurva standar agar diperoleh persamaan regeresi linier dan nilai R2. Kurva standar yang dibuat dari protein standar BSA dapat dilihat pada Gambar 1.




Gambar 1. Kurva standar IAA

Persamaan regresi yang didapatkan dari kurva standar BSA yaitu Y = 0.0101X + 0.0465. Persamaan tersebut selanjutnya akan digunakan untuk menentukan kadar IAA pada sampel (x) yaitu dengan cara subtitusi nilai absorbansi dari masing-masing sampel setelah dikurangi dengan nilai absorbansi media sebesar 0.09 ke dalam persamaan regresi sebagai Y. Nilai absorbansi BS3 setelah dikurangi dengan nilai absorbansi media adalah 0.054, sedangkan nilai absorbansi BS6 setelah dikurangi nilai absorbansi media adalah 0.053. Tabel 2 menunjukkan nilai absorbansi dan kadar IAA pada sampel BS3 dan BS6. 

Tabel 2. Hasil Spektrofotometri dan Kadar IAA pada sampel
Protein sampel
Nilai absorbansi
520 nm
Kadar IAA (M)
BS3
0.144
4.24 x 10-6
BS6
0.143
3.67 x 10-6


Penghitungan kadar IAA pada sampel BS3 dan BS6 sebagai berikut.
Kadar IAA BS3
Y = 0.0101X + 0.0465
0.054 = 0.0101X + 0.0465
X = 0.742 ppm = 0.000742 mg mL-1 atau (7.44 x 10-4 mg mL-1)
molalitas =  
molalitas =  = 4.24 x 10-6 mol
Molaritas =  =  = 4.24 x 10-6 M

Kadar IAA BS6
Y = 0.0101X + 0.0465
0.053 = 0.0101X + 0.0465
X = 0.643 ppm = 0.000643 mg mL-1 (6.43 x 10-4 mg mL-1)
molalitas =  
molalitas =  = 3.67 x 10-6 mol
Molaritas =  =  = 3.67 x 10-6 M


4.      PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa nilai R2 pada kurva standar IAA sebesar 0.93. Nilai tersebut masih kurang akurat untuk menunjukkan hubungan antar nilai absorbansi dengan kadar IAA. Hal tersebut disebabkan oleh cara memipet yang kurang tepat sehingga mempengaruhi ketepatan dalam membuat konsentrasi standar IAA. Selain itu juga dipengaruhi oleh konsentrasi standar IAA dan kalibrasi alat spektrofotometri. Pembuatan kurva standar juga menghasilkan persamaan regresi linier yaitu Y= 0.0101X + 0.0465 yang dapat digunakan untuk menghitung kadar IAA pada sampel. Hasil penghitungan menunjukkan bahwa kadar IAA dalam sampel BS3 sebesar 4.24 x 10-6 M sedangkan kadar IAA dalam sampel BS6 sebesar 3.67 x 10-6 M . Kadar IAA yang terdapat dalam sampel BS3 dan BS6 dapat digunakan untuk memicu pembentukan akar lateral pada tanaman. Hal tersebut didasarkan pada hasil penelitian Meuwley dan Pillet (1991) yang menyatakan bahwa konsentrasi IAA yang tinggi yaitu kurang dari 10-9 M dapat memicu pembentukan akar lateral dan akar adventif, konsentrasi IAA anatara 10-9 sampai 10-12 M memicu pembentukan akar primer pada jagung. Fungsi akar lateral adalah memperluas area penyerapan nutrisi dilingkungan, sedangkan fungsi akar primer adalah untuk memperkuat pertumbuhan tanaman pada tanah.
Sampel yang digunakan dalam praktikum ini merupakan supernatan hasil dari kultur cair bakteri BS3 dan BS6. Pada medium pertumbuhan bakteri BS3 dan BS6 ditambahkan triptofan sebanyak 1 mM. Triptofan berfungsi sebagai prekursor dalam pembentukan IAA. Gambar 2 menunjukkan jalur biosintesis IAA dari prekursor triptofan.


Gambar 2. Jalur Biosintesis IAA. Sumber: Idris et al. 2007

Triptofan dapat membentuk IAA melalui 4 jalur dengan senyawa intermedietnya adalah indole 3 acetaldoxime, indole-3 acetamide, indole 3- pyruvic acid, dan tryptamine. Enzim yang berperan dalam biosintesis IAA antara lain tryptophan transaminase (AAT), indole-3-pyruvate decarboxylase (IPyAD), indole-3-acetaldehyde dehydrogenase (AIDH)  tryptophan decarboxylase (TrD), amine oxidase (AmO), tryptophan 2-monoxygenase (TMO), indole-3-acetamide hydrolase (IAMH). Selain itu, indole secara langsung dapat membentuk indole 3-acetic acid menggunakan enzim  IAA transacetylase (IAAT), namun hal tersebut masih belum diketahui secara pasti (Gambar 2).


5.      SIMPULAN
Simpulan dalam praktikum ini adalah kadar IAA dalam sampel BS3 sebesar 4.24 x 10-6 M, sedangkan kadar IAA dalam sampel BS6 sebesar 3.67 x 10-6 M.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar