Jumat, 08 September 2017

KLONING GEN 16S rRNA DARI Escherichia coli DH5-α PADA PLASMID p-GEMT easy

METODE
Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu tripton 1%, NaCl 1%, yeast ekstrak 0.5%, akuades, inokulum bakteri Escherichia coli (E. coli) DH5-α, β mercaptoethanol, mini kit DNA ZymoBIOMICSTM. Gel agarose 1%, buffer TAE (Tris acetate EDTA), etidium bromide, loading dye, dan parafilm. GoTag green yang berisi Taq DNA polymerase dan dNTP. Primer reverse (1.387 bp), primer forward (63 bp), DNA template, dan ddH2O. DF buffer, buffer elusi, wash buffer, 2x rapid ligation buffer, dan 1 µL pGEMT easy 50 ng. Ampisilin, Xgal, medium Luria Bertani Broth (LB), Luria Bertani Agar (LA), Yeast Extract Trypton (2YT). Buffer transformasi, dan kit Geneaid.
Alat
Sentrifuge, vorteks, hot plate, botol duran, erlenmeyer, elektroforator, nanodrop, PCR cycler, mikropipet, inkubator shaker, freezer, dan beberapa alat pada mini kit DNA ZymoBIOMICSTM yaitu zymo spin IV filter, III c z column, dan beberapa macam tube yaitu tube lisis yang berisi glass bead, tube koleksi, dan tube untuk memanen DNA.
Prosedur Praktikum
Pada praktikum ini dibagi menjadi 4 tahap yaitu kultivasi bakteri E. coli DH5-α, Isolasi DNA genom bakteri DH5α, verifikasi hasil isolasi DNA genom dengan elektroforesis, dan mengukur konsentrasi DNA serta melihat kemurnian DNA menggunakan nanodrop spektrofotometri.
Kultivasi Bakteri E. coli DH5-α
Bakteri E. coli DH5-α dikultivasikan pada 20 mL medium Luria Bertani (LB) sebanyak 1 ose, kemudian diinkubasi pada suhu 37o C selama 48 jam hingga OD 660 nm = 1, diperkirakan sumlah sel telah mnecapai 108 cfu mL-1. Setelah itu diambil sebanyak 1,5 kemudian dimasukkan kedalam ependorf lalu disentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm selama 10 menit. Hal tersebut dilakukan sebanyak 3 kali dengan tujuan memperoleh pelet atau biomasa sel bakteri dalam jumlah banyak sehingga konsentrasi genom yang diharapkan juga tinggi. Selanjutnya dilakukan pencucian pelet agar bersih dari medium. Pelet ditambah akuades steril kemudian disentrifuge dengan kecepatan 8000 rpm selama 10 menit.
Isolasi DNA Genom Bakteri E. coli DH5-α
Isolasi genom E. coli dilakukan dengan menggunakan mini kit DNA ZymoBIOMICSTM. Isolasi genom dibagi menjadi 3 tahap. Tahap pertama yaitu lisis sel. Pelet yang telah diperoleh ditambahkan 750 µL larutan lisis kemudian diresuspensi lalu dipindahkan kedalam tube lisis yang berisi glass bead. Selanjutnya dilakukan pengocokan menggunakan vorteks selama 5 menit dengan tujuan untuk mempercepat lisis sel, kemudian disentrifugasi  dengan kecepatan 10.000 rpm selama 1 menit. Supernatan hasil sentrifugasi diambil sebanyak 400 µL kemudian dipindahkan ke zymo spin IV filter untuk memisahkan DNA dengan protein lain. Pada tahap ini protein maupun komponen lain selain DNA terperangkap di membran filter pada zymo spin IV filter. Selanjutnya dilakukan sentrifugasi selama 1 menit dengan kecepatan 10.000 rpm. Zymo spin IV filter dibuang kemudian supernatant pada tube koleksi ditambahkan dengan 1.200 µL DNA binding buffer lalu diresuspensi. Selanjutnya diambil sebanyak 800 µL  kemudian dimasukkan kedalam III c z column lalu disentrifugasi selama 1 menit dengan kecepatan 10.000 rpm. Pada tahap ini DNA terperangkap di membran filter pada III c z column. 
Tahap kedua yaitu pencucian. Supernatan hasil sentrifugasi dibuang kemudian III c z column yang berisi DNA diletakkan pada tube koleksi yang baru. Selanjutnya tepat pada bagian tengah III c z column ditambahkan 250 µL wash buffer I kemudian di sentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 1 menit, lalu supernatant dibuang. Selanjutnya ditambahkan 700 µL wash buffer II kemudian di sentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 1 menit, lalu supernatant dibuang. Terakhir ditambahkan 200 µL wash buffer II kemudian di sentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 1 menit, lalu supernatant dibuang.
Tahap ketiga yaitu pemanenan DNA. III c z column yang berisi DNA dipindahkan ke ependorf kemudian tepat pada bagian tengah III c z column ditambahkan 50 µL DNA free water lalu diinkubasi selama 1 menit. Selanjutnya dilakukan sentrifugasi selama 1 menit dengan kecepatan 10.000 rpm agar DNA keluar dari membran dan ditampung pada ependorf. DNA pada tabung ependorf disimpan pada suhu 20oC.
Verifikasi Hasil Isolasi DNA Genom E. coli DH5-α
Verifikasi hasil isolasi DNA genom dilakukan dengan menggunakan elektroforesis. Elektroforesis dilakukan dengan menggunakan gel agarosa dan alat elektroforator. Sebanyak 1 gram gel agarose dilarutkan dalam 100 mL buffer TAE sambil dipanaskan diatas hot plate. Selanjutnya dimasukkan kedalam cetakan selama 30 menit atau sampai gel memadat. Setelah gel padat, gel dimasukkan kedalam alat elektroforator kemudian sampel DNA dan loading dye dengan perbandingan 5:1 diresuspensi pada parafilm lalu dimasukkan kedalam sumur gel agaros. Selain sampel DNA, juga dimasukkan kontrol dan marker DNA yang telah diketahui berat molekulnya 1 kb pada sumur gel agaros. Alat elektroforator dijalankan selama 30 menit dengan voltase 85 volt. Setelah 30 menit, gel agaros diambil kemudian direndam dalam etidium bromide selama 10 menit lalu dilihat dibawah sinar ultraviolet maka akan terlihat fragmen DNA yang berpendar pada gel agaros.
Mengukur Konsentrasi DNA dan Melihat Kemurnian DNA
Mengukur konsentrasi DNA dan melihat kemurnian DNA digunakan alat nanodrop spektrofotometri. Sampel DNA diambil sebanyak 1 µL kemudian dimasukkan pada alat nanodrop spektrofotometri lalu dilihat hasilnya.
Amplifikasi DNA Target (gen 16S rRNA)
Amplifikasi DNA target dilakukan dengan menggunakan GoTag green yang berisi Taq DNA polymerase dan dNTP. Selain itu bahan lain yang dibutuhkan dalam amplifikasi DNA target adalah primer reverse (1.387 bp), primer forward (63 bp), DNA template, dan ddH2O. Jumlah DNA template yang dibutuhkan untuk amplifikasi diketahui dari menghitung 250 ng dibagi dengan konsentrasi total DNA sampel. Jumlah total konsentrasi semua bahan yang tercampur nantinya adalah 25 µL, sehingga jumlah ddH2O yang dibutuhkan adalah 25 µL dikurangi 12,5 µL GoTag green, 1 µL primer reverse, 1 µL primer forward, dan 3 µL DNA template (250 ng dibagi 90.75) adalah 7.5 µL. Semua bahan dimasukkan kedalam ependorf kemudian diresuspensi lalu di masukkan kedalam alat PCR cycler dengan 4 proses yaitu proses pre-denaturation pada suhu 94oC selama 5 menit, denaturation pada suhu 94oC selama 30 detik, annealing pada suhu 55oC selama 45 detik, dan extension pada suhu 72oC selama 1 menit 30 detik.
Verifikasi Hasil Amplifikasi gen 16S rRNA
Verifikasi dilakukan dengan menggunakan elektroforesis. DNA hasil amplifikasi dimasukkan kedalam sumuran gel agarose pada elektroforator sebanyak 20 µL. Alat elektroforator dijalankan selama 30 menit dengan voltase 100 volt. Setelah 30 menit, gel agaros diambil kemudian direndam dalam etidium bromide selama 10 menit lalu dilihat dibawah sinar ultraviolet maka akan terlihat fragmen DNA yang berpendar pada gel agaros. Apabila hasil elektroforesis berupa multiband maka untuk proses selanjutnya dilakukan ekstraksi gel, sedangkan apabila hasil elektroforesis hasilnya single band maka untuk proses selanjutnya dilakukan PCR clean up. Pada praktikum ini hasil elektroforesis adalah multiband sehingga pemurnian DNA dilakukan dengan metode ekstraksi gel. Gel pada pita paling terang dan kuat dipotong kemudian ditimbang sebanyak 300 mg lalu dimasukkan ke tabung ependorf untuk dilakukan pemurnian.
Pemurnian Gen 16S rRNA
Pemurnian DNA target dengan menggunakan metode ekstraksi gel dilakukan dengan 3 tahapan. Tahap pertama yaitu gel dissociation. Potongan gel pada tabung ependorf dicacah kemudian ditambah DF buffer sebanyak 500 µL lalu homogenkan menggunakan vorteks. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 55oC sampai 60oC selama 10 sampai 15 menit, setiap 3 menit dilakukan invert (dibolak balik). Setelah inkubasi, didiamkan pada suhu ruang agar dingin. Tahap kedua yaitu DNA binding. DF column dimasukkan pada tube koleksi kemudian sebanyak 800 µL sampel hasil tahap pertama dimasukkan ke DF column lalu disentrifugasi selama 2 menit dengan kecepatan 10.000 rpm. Supernatan hasil sentrifugasi dibuang. Tahap ketiga yaitu pencucian. DF column dipindahkan ke tub koleksi yang baru. Selanjutnya ditambahkan 400 µL wash buffer I ke DF column lalu disentrifugasi 2 menit dengan kecepatan 10.000 rpm. Supernatan dibuang kemudian pada DF column ditambahkan 600 µL wash buffer yang telah ditambah dengan etanol lalu dikeringanginkan selama 1 menit pada suhu ruang. Selanjutnya disentrifugasi selama 2 menit pada kecepatan 10.000 rpm. Supernatan dibuang. DF column pada tub koleksi kosong selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 3 menit. DF column dipindahkan ke tabung ependorf kemudian ditambahkan 50 µL buffer elusi atau TE tepat ditengan kolom matriks lalu dibiarkan selama 2 menit. Selanjutnya dilakukan sentrifugasi selama 2 menit dengan kecepatan 10.000 rpm. Hasil pemurnian selanjutnya diukur menggunakan nanodrop spektrofotometri dan selanjutnya digunakan sebagai insert dalam proses ligasi.
Mengukur Konsentrasi dan Melihat Kemurnian Gen 16S rRNA
Mengukur konsentrasi dan melihat kemurnian gen 16S rRNA dilakukan dengan menggunakan alat nanodrop spektrofotometri. Hasil pemurnian gen 16S rRNA diambil sebanyak 1 µL kemudian dimasukkan pada alat nanodrop spektrofotometri lalu dilihat hasilnya.
Ligasi
Ligasi vektor (plasmid pGEMT easy) dan DNA insert (gen 16S rRNA) dilakukan dengan mengacu pada protokol pGEMT easy. Sebanyak 5 µL 2x rapid ligation buffer, 1 µL pGEMT easy (50 ng), dan 3 µL produk PCR dimasukkan kedalam tabung ependorf kemudian di resuspensi. Selanjutnya ditambahkan 1 µL T4 DNA ligase sehingga volume total adalah 10 µL kemudian diinkubasi overnight pada suhu 4oC. Setelah itu untuk menghentikan reaksi maka disimpan pada suhu -20o C. Kontrol dibuat dengan cara yaitu sebanyak 5 µL 2x rapid ligation buffer, 1 µL pGEMT easy (50 ng), control insert DNA 3 µL, dan ddH­2O sebanyak 1 µL dimasukkan kedalam ependorf kemudian diresuspensi. Selanjutnya diinkubasi overnight pada suhu 4oC, lalu disimpan pada suhu -20o C untuk menghentikan reaksi. Hasil ligasi selanjutnya diukur menggunakan nanodrop spektrofotometri. Hasil ligasi disebut plasmid rekombinan yang selanjutnya akan ditransformasikan kedalam bakteri E. coli DH5-α.
Transformasi
            Proses transformasi dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu penyiapan buffer transformasi, medium LB, medium LA yang ditambah ampisilin dan Xgal, medium 2YT, dan proses transformasi yang meliputi pembuatan sel kompeten, transformasi dengan metode heat shock, dan verifikasi gen 16 rRNA dari plasmid rekombinan.
Pembuatan Buffer Transformasi
Bahan-bahan yang dibutuhkan adalah 0.6 g pipes 10 mM, 0.44 g CaCl2 15 mM, 3.64 g KCl, dan akuades 120 mL. Semua bahan dicampur didalam Erlenmeyer, kemudian pH diatur dengan ditambah KOH sampai pH mencapai 6.7. Selanjutnya ditambah 2.18 MnCl2 4H2O kemudian ditambah akuades hingga volume akhir mencapai 200 mL lalu buffer tersebut disaring dengan menggunakan membran filter.
Pembuatan Medium LA (Luria Agar) dan LB
            Bahan-bahan yang dibutuhkan adalah 8 g NaCl, 4 g yeast ekstrak, 8 g tripton, 16 g bacto agar, dan 800 mL akuades. Semua bahan dicampur didalam botol duran kemudian dipanaskan diatas hot plate agar homogen. Pada medium LA ditambahkan 8 mL ampisilin konsentrasi 100 ppm dan Xgal (20 mg mL-1). Ampisislin dan Xgal disterilisasi secara terpisah dengan menggunakan membran milipore disposable. Ampisilin dimasukkan kedalam medium LA steril sebelum dituang kedalam cawan steril, sedangkan Xgal disebar pada medium LA yang sudah padat. Pembuatan medium LB sama dengan medium LA namun tanpa penambahan agar. 
Pembuatan Medium 2YT
            Bahan-bahan yang dibutuhkan adalah 0.6 g NaCl, 0.3 g yeast ekstrak, 0.6 g tripton, dan akuades 30 mL. Semua bahan dicampur didalam botol duran kemudian dipanaskan diatas hot plate agar homogen. Medium 2YT berfungsi untuk memulihkan sel bakteri E. coli.
Proses Transformasi
Pembuatan Sel Kompeten
Sebanyak 1 ose bakteri E. coli DH5-α dimasukkan kedalam 50 mL medium LB kemudian inkubasi 24 jam. Sebanyak 1% dari hasil kultivasi tersebut dimasukkan kedalam 50 mL medium LB kemudian diinkubasi selama 12 jam. Setelah itu OD diukur dengan spektrofotometri pada panjang gelombang 600 nm. Selanjutnya diambil 3 mL kemudian dimasukkan kedalam tabung ependorf lalu di sentrifugasi 4000 rpm, 4o C, selama 5 menit. Supernatan dibuang sedangkan pelet ditambahkan 1 mL buffer transformasi kemudian diresuspensi. Selanjutnya diinkubasi selama 20 menit pada es kemudian disentrifugasi 4000 rpm, 4o C, selama 5 menit. Setelah itu supernatan dibuang dan pelet ditambah 350 µL buffer transformasi kemudian diinkubasi es selama 10 menit. Sampai pada tahap ini sel telah kompeten dan siap untuk dilakukan transformasi.
Transformasi dengan Metode Heat Shock
 Sel kompeten yang terdapat dalam 350 µL buffer transformasi selanjutnya ditambah dengan 10 µL DNA ligasi atau plasmid rekombinan hasil ligasi.  Selanjutnya diinkubasi es selama 45 menit (tiap 15 menit dijentik), kemudian diberi dilakukan transformasi dengan kejutan panas pada suhu 42o C selama 45 detik lalu diinkubasi es selama 15 menit. Selanjutnya ditambah 250 µL medium recovery (2YT) kemudian diinkubasi pada suhu 35oC selama 2 jam lalu disentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm selama 5 menit. Pelet ditambah dengan 200 mL medium LB kemudian diresuspensi. Pelet yang terdapat dalam medium tersebut berisi sel bakteri yang diinginkan telah tersisipi oleh plasmid rekombinan.
Verifikasi Hasil Transformasi
Verifikasi hasil transformasi dilakukan dengan seleksi biru putih. Sebanyak 100 µL sel bakteri hasil transformasi pada medium LB disebar pada medium LA yang mengandung antibiotik ampisilin (100 ppm per 400 mL medium LA) dan Xgal (0.04 gram per 2 mL dimethylformamide) yang telah disterilkan dengan membran filter kemudian disebar pada permukaan medium 0.1 µL. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 35o C selama 24 jam. Selain itu, juga ditumbuhkan sel kompeten (tanpa insert) sebanyak 100 µL pada medium LA+antibiotik+Xgal sebagai kontrol negatif dan juga ditumbuhkan sel kompeten (yang tersisipi insert dari Kit) pada medium LA+antibiotik+Xgal sebagai kontrol positif. Dilakukan dengan 2 kali ulangan. Setelah inkubasi, sel yang tumbuh diamati dan dihitung jumlah koloni berwarna biru dan jumlah koloni berwarna putih.
Isolasi Plasmid
Isolasi plasmid dilakukan dengan menggunakan kit Geneaid. Sebelum isolasi plasmid dilakukan, isolat bakteri biru dan putih dikulturkan pada medium LB selama 24 jam pada suhu 35o C. Selanjutnya, sebanyak 1,5 mL dari masing-masing kultur dimasukkan kedalam microtube kemudian disentrifugasi 10.000 rpm selama 5 menit. Supernatan dibuang kemudian ditambahkan 200 µL buffer PD1 yang telah ditambah RNAse lalu diresuspensi dengan pipet. Setelah itu, ditambahkan 200 µL buffer PD2 kemudian tube dibolak balik sampai 10 kali, lalu didiamkan pada suhu ruang 2 menit atau tidak lebih dari 5 menit. Selanjutnya ditambahkan 300 µL buffer PD3 kemudian dibolak balik sampai 10 kali lalu disentrifugasi 10.000 rpm selama 5 menit. PD column ditempatkan pada tube collection 2 mL. Supernatan dimasukkan kedalam PD column kemudian disentrifugasi 10.000 rpm selama 2 menit. Setalah itu supernatan dibuang dan PD column ditempatkan kembali ke tube collection. Selanjutnya ditambahkan 600 µL wash buffer yang telah ditambahkan etanol ke dalam PD column kemudian disentrifugasi 10.000 rpm selama 2 menit. Supernatan dibuang, PD column ditempatkan kembali ke tube collection kemudian diambahkan 400 µL wash buffer lalu disentrifugasi 10.000 rpm selama 5 menit. Selanjutnya ditambahkan 25 µL buffer elusi tepat dibagian tengah PD column dan diamkan selama 10 menit kemudian sentrifugasi 10.000 rpm selama 5 menit. DNA plasmid murni yang tertampung pada tube collection selanjutnya diukur konsentrasinya menggunakan nanodrop.
Mengukur Konsentrasi Plasmid dan Melihat Kemurnian Plasmid
Mengukur konsentrasi dan melihat kemurnian plasmid dilakukan dengan menggunakan alat nanodrop spektrofotometri. Hasil isolasi plasmid diambil sebanyak 1 µL kemudian dimasukkan pada alat nanodrop spektrofotometri lalu dilihat hasilnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolasi DNA Genom E. coli DH5-α
Isolasi DNA genom merupakan proses pemisahan DNA genom dari sel maupun dari komponen sel. Proses isolasi DNA genom meliputi lisis sel, ekstraksi DNA genom, pencucian DNA genom, dan pemanenan DNA genom. Proses lisis, ekstraksi, dan pencucian harus dilakukan dengan benar agar DNA genom yang diperoleh terdapat dalam jumlah banyak, murni, dan tidak rusak.  Ukuran genom E. coli adalah 4.6 Mb. Genom E. coli terdiri dari DNA nukleus (kromosom) dan plasmid.
Lisis sel atau pengerusakan dinding sel bakteri dilakukan agar genom dan komponen sel lain keluar dari dalam sel. Lisis sel dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara mekanik dan kimia. Pada praktikum ini, lisis sel dilakukan secara mekanik dan kimia yaitu dengan menggunakan larutan lisis dan glass bead sekaligus bead shocker.  Proses lisis sel antara cendawan, bakteri, dan organisme tingkat tinggi seperti tumbuhan berbeda. Hal tersebut disebabkan oleh komponen penyusun dinding sel dari organisme tersebut berbeda. Dinding sel cendawan tersusun atas kitin, bakteri tersusun atas peptidoglikan, sedangkan tumbuhan tersusun atas selulosa. Selain itu, proses lisis sel antara bakteri Gram negatif dan Gram positif juga berbeda. Hal tersebut juga didasarkan pada komponen penyusun dinding selnya. Pada bakteri Gram positif mengandung peptidoglikan yang tebal sedangkan pada bakteri Gram negatif mengandung peptidoglikan tipis dan protein yang tebal. Oleh karena itu, pada bakteri Gram positif, lisis sel dapat dilakukan dengan menggunakan lisozim saja sedangkan pada bakteri Gram negatif, lisis sel dilakukan dengan lisozim dan penambahan enzim protease. 
Pada praktikum ini lisis sel bakteri Gram negatif E. coli DH5-α dilakukan dengan menggunakan larutan lisis yang tersedia pada kit DNA ZymoBIOMICSTM+. Adapun bahan yang digunakan dalam proses isolasi dapat dilihat pada Gambar 1. Prosedur isolasi DNA genom yang terdapat pada kit tersebut harus dilakukan dengan benar agar DNA genom yang didapatkan murni dan tidak rusak. OD E. coli DH5-α setelah inkubasi 48 jam adalah 0.7.




Gambar 1 Bahan yang digunakan dalam isolasi genom. 1. Tabung lisis yang berisi glass bead, 2. Biakan bakteri E. coli DH5-α, 3. Larutan lisis, 4. DNA free water, 5. DNA wash buffer 2, 6. DNA binding buffer, 7. DNA wash buffer.

Konsentrasi DNA genom dapat ditingkatkan melalui penambahan jumlah pelet. Kebenaran bahwa DNA genom telah terisolasi dapat diverifikasi dengan menggunakan elektroforesis. Hasil elektroforesis berupa pita DNA. Terbentuknya pita pada hasil elektroforesis menujukkan adanya fragmen DNA yang terpisah atau bergerak dari matriks berupa gel agarose dalam medan listrik. Bergeraknya molekul DNA dalam medan listrik disebabkan oleh adanya muatan pada molekul DNA. Molekul bermuatan bergerak dari kutub negatif menuju kutub positif. Perendaman pada etidium bromida (EtBr) merupakan proses pewarnaan molekul DNA. EtBr mengandung zat fluoresens. EtBr akan terikat diantara dua untai ganda DNA sehingga pita DNA dalam gel agarosa akan berpendar saat terekspose pada sinar ultraviolet. Salah satu faktor yang mempengaruhi elektroforesis adalah ukuran dan struktur molekul DNA. DNA yang berbentuk sirkular lebih cepat bermigrasi dibandingkan dengan DNA yang berbentuk linier. DNA yang berupa fragmen lebih cepat bermigrasi dibandingkan genom utuh (Fatchiyah et al. 2011). Adapun hasil elektroforesis pada praktikum ini dapat dilihat pada Gambar 1.  




Gambar 2 Hasil elektroforesis dari isolasi genom E. coli DH5-α. M. marker, KP. Kontrol positif. Sumber: dokumen pribadi

             
Hasil praktikum menunjukan bahwa terdapat pita DNA yang telah bermigrasi pada matriks gel agarose. Berdasarkan hal tersebut proses isolasi genom E. coli yang dilakukan dalam praktikum ini dikatakan berhasil. Berdasarkan letak pita, dapat dikatakan bahwa jarak pita dengan sumur tidak terlalu jauh. Hal tersebut disebabkan oleh ukuran molekul DNA berupa genom sehingga kemampuan bermigrasi dalam matriksnya lambat. Pada hasil elektroforesis juga dapat dilihat bahwa pita DNA pada sampel semua kelompok praktikum sejajar, artinya berat molekul DNA sama karena DNA genom diisolasi dari jenis sel yang sama. Marker yang digunakan adalah DNA dengan berat molekul 1 kb. Pita DNA dari marker terbentuk dibawah pita DNA sampel, artinya berat molekul DNA sampel lebih dari 1 kb. Hal tersebut sesuai dengan ukuran genom E. coli yaitu 4,7 Mb. Kontrol positif digunakan untuk memastikan keberhasilan elektroforesis.
Selanjutnya hasil isolasi DNA genom diukur konsentrasi dan kemurniannya menggunakan nanodrop spektrofotometri. Adapun hasil nanodrop dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Konsentrasi dan kemurnian DNA genom E. coli

Pengukuran ke-
Konsentrasi
asam nukleat (ng µL-1)
A260
A280
A260/A280
A260/A230
Faktor
1
89.4
1.788
0.989
1.81
1.08
50
2
92.1
1.843
1.013
1.82
1.08
50
Rata-rata
90.75
1.816
1.001
1.82
1.08
50

Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata konsentrasi DNA genom E. coli hasil isolasi cukup tinggi yaitu 90.75 ng µL-1. Rasio dari A260/A280 menunjukkan hasil sebesar 1.8. Nilai tersebut menunjukkan bahwa DNA genom hasil isolasi tergolong murni atau tidak banyak mengandung pengotor protein.
Prinsip kerja alat nanodrop spektrofotometri sama dengan spektrofotometri UV-Vis. Perbedaannya, hasil lebih cepat didapatkan dan tanpa melalui penghitungan apabila menggunakan alat nanodrop dibandingkan dengan menggunakan spektrofotometri UV-Vis. DNA murni dapat menyerap sinar ultraviolet karena adanya basa purin dan pirimidin. Pita DNA menyerap panjang gelombang 260 nm, protein lain menyerap pada panjang gelombang 280 nm, dan molekul lain menyerap panda panjang gelombang 230 nm. Kemurnian DNA diukur dengan menghitung nilai absorbansi panjang gelombang 260 nm dibagi dengan nilai absorbansi panjang gelombang 280 nm atau nilai absorbansi panjang gelombang 260 nm dibagi dengan nilai absorbansi panjang gelombang 230 nm. DNA dikatakan murni apabila nilainya 1.8 sampai 2. Apabila kemurnian DNA dibawah 1.8 maka dapat dikatakan bahwa konsentrasi DNA terlalu sedikit, sedangkan apabila kemurnian DNA nilainya lebih dari 2 maka dapat dikatakan bahwa terdapat banyak pengotor seperti protein maupun molekul lainnya. Konsentrasi DNA diukur dengan menghitung nilai absorbansi DNA pada panjang gelombang 260 nm dikali dengan faktor 50 (Fatchiyah et al. 2011).
Pada genom E. coli DH5-α yang telah berhasil diisolasi memiliki gen 16S rRNA yang dikehendaki untuk nantinya disisipkan kedalam plasmid. Oleh sebab itu, proses selanjutnya adalah proses amplifikasi gen 16S rRNA dari genom E. coli DH5-α menggunakan reaksi Polymerase chain reaction (PCR).

Amplifikasi 16 S rRNA
Amplifikasi hanya ditujukan pada gen 16S rRNA pada genom E. coli DH5- α. Amplifikasi bertujuan untuk meningkatkan jumlah urutan DNA pada gen target yang diinginkan. Amplifikasi dilakukan dengan menggunakan reaksi PCR yang merupakan reaksi enzimatis untuk memperbanyak jumlah gen target secara in vitro. Pada proses amplifikasi gen 16S rRNA diperlukan primer yang spesifik yaitu primer 63 bp forward dan 1387 bp reverse. Ukuran gen 16S rRNA diperkirakan sekitar 1324 bp (1387 bp dikurangi 63 bp). Reaksi PCR pada praktikum ini berlangsung selama 30 siklus. setiap siklus (n) menghasilkan 2n DNA target. Berdasarkan hasil amplifikasi  diperkirakan jumlah gen target sebanyak 230.
Setiap siklus PCR terdiri dari 5 proses yaitu predenaturasi, denaturasi, annealing, ekstensi, dan post ekstensi. Predenaturasi merupakan proses persiapan. Denaturasi merupakan proses pembukaan untai ganda DNA menjadi untai tunggal DNA. Secara in vivo, artinya gen terdapat didalam sel bakteri, pembukaan untai ganda dilakukan dengan menggunakan enzim helikase, pada suhu 37o C. Secara in vitro, artinya gen terdapat diluar sel bakteri, pembukaan untai ganda dilakukan dengan bantuan suhu tinggi yaitu suhu 94o C. Proses selanjutnya adalah annealing, yaitu pengenalan primer terhadap DNA target. Optimalisasi suhu annealing dilakukan dengan menghitung melting temperature (Tm) dari primer. Rumus sederhana dalam menghitung Tm adalah Tm = {(G+C)x4}+{(A+T)x2}. Suhu annealing yang digunakan adalah 5o C dibawah Tm. Setelah annealing, proses selanjutnya adalah ekstensi pita DNA dengan DNA polimerase. Ekstensi merupakan proses pemanjangan untai baru DNA atau pembacaan informasi DNA sesuai dengan panjang urutan basa nukleotida yang ditargetkan. Setiap pemanjangan 1kb memerlukan waktu 1 menit dan apabila kurang dari 500 bp hanya memerlukan waktu 30 detik (Fatchiyah 2011). Panjang gen 16S rRNA adalah sekitar 1324 bp sehingga waktu yang diperlukan untuk proses ekstensi adalah 1 menit 30 detik.  Suhu ekstensi berkisar antara 70o-72o C.  Keberhasilan amplifikasi gen 16S rRNA dapat diverifikasi menggunakan elektroforesis. Adapun hasil elektroforesis dapat dilihat pada Gambar 3.


 
Gambar 3 Hasil elektroforesis dari amplifikasi gen 16S rRNA. M marker. Sumber: dokumen pribadi

Hasil elektroforesis pada Gambar 3 menujukkan adanya pita DNA dari gen target 16S rRNA. Berdasarkan hal tersebut proses amplifikasi yang dilakukan dalam praktikum ini dapat dikatakan berhasil. Pita yang paling terang pada hasil elektroforesis tersebut seolah-olah terlihat tunggal (single band), padahal pita yang terbentuk berjumlah lebih dari satu (multiband). Hasil yang diharapkan dalam proses ini adalah single band, namun yang terbentuk adalah multiband. Hal tersebut disebabkan oleh suhu annealing terlalu rendah sehingga primer menempel secara acak disetiap tempat. Supaya mendapatkan hasil single band maka suhu annealing dinaikkan misalnya setiap 2o C sampai terbentuk single band. Setiap proses dalam PCR sangat mempengaruhi hasil PCR, oleh sebab itu semua proses harus dilakukan secara benar dan tepat.
Adapun beberapa hal lain yang perlu diperhatikan dalam PCR adalah DNA template, primer, nukleotida (dNTP), dan DNA polimerase. Ukuran DNA template yang terlalu panjang rentan terhadap inhibitor yang mempengaruhi kerja enzim DNA polimerase, selain itu waktu yang dibutuhkan dalam proses PCR lebih lama. Ukuran target amplifikasi yang efisien adalah kurang dari 1000 bp. Target amplifikasi harus memiliki kemurnian yang tinggi karena pengotor dapat menghambat kerja enzim  DNA polimerase. Penghitungan Tm dari Primer harus dilakukan dengan benar karena Tm sangat menentukan suhu annealing. Primer yang digunakan tidak boleh self dimer karena akan menyebabkan primer tidak dapat menempel pada DNA target, akibatnya DNA polimerase juga tidak dapat melakukan pembacaan DNA target sehingga untai DNA baru tidak terbentuk dan proses amplifikasi gagal. Konsentrasi dNTP yang digunakan dalam proses PCR harus tepat karena apabila terlalu tinggi akan menimbulkan ketidakseimbangan dengan DNA polimerase dan juga pemborosan, sedangkan apabila konsentrasinya terlalu rendah maka proses pembacaan DNA target oleh DNA polimerase akan terganggu. DNA polimerase yang digunakan harus bersifat termostabil karena apabila tidak bersifat termostabil maka enzim DNA polimerase akan rusak saat proses denaturasi pada suhu 94o C.
Setelah proses elektroforesis, gen 16S rRNA yang terdapat dalam gel agarose dapat diperoleh kembali atau dimurnikan dari gel agarose dan dapat digunakan untuk proses selanjutnya yaitu ligasi. Cara pemurnian gen 16S rRNA bergantung pada pita hasil elektroforesis. Praktikan dari kelompok 3 memperoleh hasil elektroforesis berupa multiband sehingga metode pemurnian gen 16S rRNA yang akan digunakan adalah ekstraksi gel.
Pemurnian Gen 16S rRNA dengan Metode Ekstraksi Gel
Pemurnian dilakukan dengan menggunakan metode ekstraksi gel. Kelemahan metode ekstraksi gel adalah proses pemotongan gel dilakukan langsung dibawah sinar UV sehingga sangat beresiko menyebabkan mutasi (dimer pirimidin) baik pada praktikan maupun pada gen. Hasil pemurnian gen 16S rRNA selanjutnya diukur konsentrasi dan kemurniannya menggunakan nanodrop spektrofotometri. Tabel 2 menunjukkan hasil nanodrop dari hasil pemurnian gen 16S rRNA.


Tabel 2 Konsentrasi dan Kemurnian Gen 16S rRNA

Pengukuran ke-
Konsentrasi
asam nukleat
A260
A280
A260/A280
A260/A230
Faktor
1
11.4
0.228
0.108
2.12
0.03
50
2
11.8
0.236
0.104
2.28
0.03
50
Rata-rata
11.6
0.232
0.106
2.20
0.03
50

Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata konsentrasi gen 16S rRNA hasil pemurnian sangat rendah yaitu 11.6 ng µL-1.gen 16S rRNA selanjutnya digunakan untuk menghitung jumlah insert yang diperlukan saat proses ligasi. Konsentrasi Rasio dari A260/A280 menunjukkan hasil sebesar 2.20. Nilai tersebut menunjukkan bahwa hasil pemurnian gen 16S rRNA kurang murni atau masih terdapat banyak pengotor atau kontaminan. Meskipun demikian, hasil pemurnian gen 16S rRNA dengan metode ekstraksi gel tersebut masih dapat dilanjutkan untuk proses ligasi.

Ligasi
Ligasi merupakan proses penyisipan insert ke vektor. Insert yang akan disisipkan adalah gen 16S rRNA, sedangkan vektor yang digunakan untuk disisipi adalah plasmid p-GMET easy. Hal yang perlu diperhatikan dalam proses ligasi adalah rasio antara insert dengan vektor harus tepat. Selain itu, vektor dan insert harus kompatibel satu sama lain. Sebelum insert disisipkan ke vektor maka yang harus dipersiapkan adalah bagian akhir dari sekuens insert harus kompatibel dengan bagian akhir dari sekuens vektor. Oleh sebab itu perlu dilakukan TA kloning yaitu penambahan basa Adenin pada ujung 3 pada sekuens insert dan penambahan basa Timidin pada ujung 5 pada sekuens vektor.
Penggunaan plasmid sebagai vektor memiliki beberapa kelebihan yaitu plasmid berukuran kecil sehingga secara mudah dapat diisolasi dan diintroduksikan kedalam berbagai jenis bakteri. Plasmid memiliki high copy number sehingga plasmid secara mudah dapat dimurnikan dalam jumlah yang cukup. Plasmid mengandung gen yang resisten antibiotik sehingga dapat digunakan dalam menyeleksi sel yang mengandung plasmid. Plasmid memiliki satu atau lebih situs restriksi yang unik. Situs restriksi endonuklease dapat memotong DNA dan memungkinkan terjadinya penyisipan DNA. Selain itu, situs restriksi berlokasi pada selectable gene sehingga apabila terdapat penyisipan fragmen DNA pada situs tersebut maka selectable gene akan inaktif, hal itu disebut dengan insertional inactivation (Snyder dan Champness 2007).
Plasmid p-GEMT easy yang digunakan dalam praktikum ini memiliki beberapa kriteria yaitu mengandung timidin pada kedua ujungnya, memiliki high copy number, mengandung promotor RNA polimerase T7 dan SP6 yang terletak diantara multiple cloning region termasuk didalamnya terdapat daerah pengkode α peptida untuk enzim β galaktosidase. Insertional inactivation pada α peptida memungkinkan identifikasi rekombinan melalui seleksi biru putih. P-GEMT easy memiliki 3 situs restriksi yaitu EcoR1, BstZI, dan NotI (www.promega.com). Peta konstruksi vektor p-GEMT easy dapat dilihat pada Gambar 4.


Gambar 3 Peta Konstruksi vektor pGEMT easy. Sumber: www.promega.com

Proses ligasi dilakukan dengan menggunakan enzim T4 DNA ligase. Aktivitas eksonuklease diminimalisir dengan penambahan neclease free water. Hal tersebut dilakukan karena eksonuklease mampu menghilangkan terminal deoxythymidine pada vektor. Selain itu juga dilakukan penambahan 2x rapid ligation buffer, mengandung ATP yang menurun selama fluktuasi suhu. Lamanya waktu inkubasi akan meningkatkan jumlah transforman. Secara umum inkubasi overnight pada suhu 4oC akan menghasilkan jumlah maksimum transforman. Secara umum rasio antara insert dengan vektor adalah 3:1 dan 1:3. Pada praktikum ini, kelompok 3 menggunakan rasio 3:1. Jumlah insert yang digunakan dalam proses ligasi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.


Berdasarkan hasil penghitungan, jumlah insert yang dibutuhkan dalam proses ligasi adalah 65 ng µL-1. Penggunaan insert selanjutnya dihitung kembali yaitu 65 ng µL-1 dibagi dengan 11.6 (konsentrasi gen16S rRNA hasil pemurnian), hasilnya adalah 5.6 µL. Volume maksimal pada proses ligasi adalah 10 µL maka penggunaan insert cukup 3 µL. Hasil ligasi antara gen 16S rRNA dengan plasmid disebut plasmid rekombinan. Pada proses ligasi bisa jadi gen 16S rRNA tidak menyesip kedalam plasmid. Oleh sebab itu, penentu keberhasilan ligasi dilakukan dengan metode seleksi biru putih. Metode tersebut dilakukan dengan mentransformasikan hasil ligasi kedalam sel bakteri.
     
Transformasi dan seleksi biru putih
Transformasi merupakan proses transfer materi genetik dari lingkungan kemudian diterima oleh sel penerima yang kompeten. Pada praktikum ini plasmid rekombinan hasil ligasi akan ditransformasikan kedalam sel bakteri. Syarat transformasi adalah sel bakteri harus kompeten yaitu membran sel bersifat permeabel sehingga mampu menyerap materi genetik dari lingkungan. Jenis bakteri yang digunakan dalam praktikum ini adalah E. coli DH5-α Bakteri tersebut bukan merupakan sel kompeten secara alami. Terdapat beberapa jenis bakteri yang kompeten secara alami diantaranya Bacillus subtilis, Streptococcus pneumoniae, dan Haemophilus influenzae. Berdasarkan hal tersebut, bakteri E. coli DH5-α harus dikompetenkan terlebih dahulu. Pembuatan sel kompeten dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya kejutan listrik, kejutan panas, dan induksi dengan ion Ca2+ (Snyder dan Champness 2007). Pada praktikum ini dilakukan dengan cara pemberian buffer yang berisi ion CaCl2 dan kejutan panas pada suhu 45o C selama 45 detik. Selain itu sel disiapkan dalam fase logaritmik awal yaitu ketika sel masih muda sehingga memudahkan dalam membuka membran. OD E. coli DH5-α hasil inkubasi selama 12 sampai 14 jm adalah 0.7.
CaCl2 merupakan kation bivalen yang berfungsi menjadikan membran sel lebih permeabel sehingga memungkinkan plasmid untuk masuk kedalam sel. Masuknya plasmid kedalam sel melewati dinding sel dan membran sel distimulasi oleh kejutan panas. Oleh karena itu pada tahap kejutan panas harus dilakukan dengan tepat agar mendapat hasil yang diinginkan yaitu plasmid benar-benar masuk kedalam sel.   Setelah perlakuan kejutan panas, sel diberi perlakuan dingin selama 15 menit agar membran sel menutup kembali. Selanjutnya sel ditumbuhkan dalam medium kaya nutrisi yaitu 2YT (Yeast Trypton Broth) yang mengandung yeast ekstrak 2 kali lebih banyak. Pada tahap ini sel akan mengalami recovery setelah perlakuan kejutan panas.
Pada proses transformasi akan didapatkan 3 kemungkinan jenis sel, yaitu sel pembawa plasmid yang tersisipi oleh gen target, sel pembawa plasmid yang tidak tersisipi oleh gen target, dan sel yang tidak membawa plasmid. Sel yang diharapkan adalah sel yang membawa plasmid rekombinan (plasmid yang tersisipi gen target). Oleh sebab itu, perlu dilakukan pengecekan agar dapat membedakan antar ketiga jenis sel tersebut. Langkah yang dilakukan adalah dengan melakukan seleksi biru putih.
Seleksi biru putih dilakukan dengan menumbuhkan sel pada medium LA selektif yaitu yang mengandung antibiotik ampisilin dan Xgal (5-bromo-4-chloro-3-indolyl-β-D-galactopyranoside). Sel yang tidak membawa plasmid (artinya sel tidak memiliki gen resisten antibiotik ampisilin) tidak dapat tumbuh pada medium tersebut. Selanjutnya selektif dengan Xgal, sel yang membawa plasmid yang tersisipi oleh gen target akan berwarna putih sedangkan sel yang membawa plasmid yang tidak tersisipi oleh gen target akan berwarna biru. Pada praktikum ini didapatkan beberapa koloni dengan warna biru dan putih, dapat dilihat pada Gambar 4.

  


Gambar 4 Hasil seleksi biru putih. Sumber: dokumen pribadi

Prinsip dari seleksi biru putih adalah insertional inactivation. Fragmen gen 16S rRNA yang menyisip pada multiple cloning region termasuk didalamnya terdapat daerah atau gen pengkode α peptida (gen LacZ) untuk enzim β galaktosidase (selectable gene) maka gen tersebut akan inaktif. Akibatnya enzim β galaktosidase tidak disintesis sehingga sel tidak mampu memecah substrat X gal (indikatornya adalah sel berwarna putih). Sebaliknya, apabila fragmen DNA tidak menyisip pada gen LacZ maka terjadi sintesis enzim β galaktosidase sehingga sel mampu memecah substrat X gal (indikatornya adalah sel berwarna biru). Koloni biru maupun putih pada cawan dihitung jumlahnya. Jumlah koloni putih sebanyak 478 sedangkan jumlah koloni biru sebanyak 21. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat dikatakan bahwa jumlah sel yang membawa plasmid rekombinan lebih banyak daripada jumlah sel yang tidak membawa plasmid rekombinan. Koloni putih juga dapat diverifikasi lagi untuk memastikan ada tidaknya insert yang menyisip pada plasmid. Hal tersebut perlu dilakukan sebab bisa jadi koloni putih yang terbentuk tersebut adalah sel yang mampu mensintesis enzim β galaktosidase (tidak terjadi penyisipan insert) namun karena substrat Xgal yang digunakan rusak sehingga tidak terjadi pemecahan substrat dan perubahan warna koloni menjadi biru. Metode yang digunakan untuk verifikasi adalah isolasi plasmid dan restriksi plasmid. Hasil isolasi plasmid diverifikasi mengunakan nanodrop. Adapun hasil nanodrop dari hasil isolasi plasmid dari koloni putih dapat dilihat pada Tabel 3, sedangkan hasil nanodrop dari hasil isolasi plasmid dari koloni biru dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 3 dan 4 menunjukkan bahwa rata-rata konsentrasi plasmid yang diisolasi dari koloni putih adalah 51.15 ng µL-1 sedangkan konsentrasi plasmid yang diisolasi dari koloni biru adalah 56.9 ng µL-1. Berdasarkan rasio A260/A280 dan A260/A230 dapat dikatakan bahwa isolasi plasmid dari koloni putih maupun biru kurang murni atau masih terdapat kontaminan. Konsentrasi plasmid dipengaruhi oleh jumlah pelet yang digunakan, proses pelisisan sel, dan elusi buffer, sedangkan kemurnian plasmid dipengaruhi oleh proses ekstraksi plasmid dan pencucian. Pada proses isolasi plasmid sudah ditambahkan dengan enzim RNAse namun kontaminasi RNA masih terjadi.

Tabel 3 Konsentrasi dan kemurnian plasmid koloni putih

Pengukuran ke-
Konsentrasi
asam nukleat
A260
A280
A260/A280
A260/A230
Faktor
1
50.1
1.002
0.482
2.08
0.41
50
2
52.2
1.045
0.499
2.10
0.42
50
Rata-rata
51.15


2.09
0.42


Tabel 4 Konsentrasi dan kemurnian plasmid koloni biru

Pengukuran ke-
Konsentrasi
asam nukleat
A260
A280
A260/A280
A260/A230
Faktor
1
57.4
1.149
0.466
2.47
0.28
50
2
52.4
1.049
0.415
2.52
0.28
50
3
58.9
1.178
0.432
2.73
0..28
50
4
58.9
1.179
0.450
2.62
0.29
50
Rata-rata
56.9


2.59
0.28

           
SIMPULAN
Simpulan dari praktikum ini adalah isolasi genome E. coli DH5-α berhasil dilakukan. Selain itu, kloning gen 16S rRNA dari genome E. coli DH5-α ke dalam plasmid p-GEMT easy juga berhasil dilakukan. Hal tersebut ditandai dengan adanya koloni E. coli DH5-α berwarna putih, yang merupakan ciri koloni pembawa plasmid rekombinan. Untuk lebih meyakinkan keberhasilan kloning gen 16S rRNA seharunya dilakukan proses restriksi setelah isolasi plasmid, sehingga dari proses tersebut dapat diketahui ada atau tidak fragmen gen 16S rRNA yang menyisip pada plasmid. Apabila terdapat fragmen gen 16S rRNA dapat dikatakan bahwa proses kloning benar-benar berhasil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar