METODE
Bahan
Bahan
yang digunakan dalam praktikum ini yaitu tripton 1%, NaCl 1%, yeast ekstrak
0.5%, akuades, inokulum bakteri Escherichia
coli (E. coli) DH5-α, β
mercaptoethanol, mini kit DNA ZymoBIOMICSTM. Gel agarose 1%, buffer
TAE (Tris acetate EDTA), etidium bromide, loading
dye, dan parafilm. GoTag green yang berisi Taq DNA polymerase
dan dNTP. Primer reverse (1.387 bp), primer forward
(63 bp), DNA template, dan ddH2O. DF buffer, buffer
elusi, wash buffer, 2x rapid ligation buffer, dan 1 µL pGEMT easy 50 ng. Ampisilin, Xgal, medium Luria Bertani Broth (LB), Luria
Bertani Agar (LA), Yeast Extract Trypton (2YT). Buffer transformasi, dan kit
Geneaid.
Alat
Sentrifuge,
vorteks, hot plate, botol duran, erlenmeyer, elektroforator, nanodrop, PCR cycler, mikropipet,
inkubator shaker, freezer, dan beberapa
alat pada mini kit DNA ZymoBIOMICSTM yaitu zymo spin IV filter, III
c z column, dan beberapa macam tube yaitu tube lisis yang berisi glass bead,
tube koleksi, dan tube untuk memanen DNA.
Prosedur
Praktikum
Pada
praktikum ini dibagi menjadi 4 tahap yaitu kultivasi bakteri E. coli DH5-α, Isolasi DNA genom
bakteri DH5α, verifikasi hasil isolasi DNA genom dengan elektroforesis,
dan mengukur konsentrasi DNA serta melihat
kemurnian DNA menggunakan nanodrop spektrofotometri.
Kultivasi
Bakteri E. coli DH5-α
Bakteri
E. coli DH5-α
dikultivasikan pada 20 mL medium Luria Bertani (LB) sebanyak
1 ose, kemudian diinkubasi pada suhu 37o C selama 48 jam hingga OD 660 nm = 1, diperkirakan sumlah sel telah mnecapai 108
cfu mL-1. Setelah
itu diambil sebanyak 1,5 kemudian dimasukkan kedalam ependorf lalu
disentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm selama 10 menit. Hal tersebut
dilakukan sebanyak 3 kali dengan tujuan memperoleh pelet atau biomasa sel
bakteri dalam jumlah banyak sehingga konsentrasi genom yang diharapkan juga
tinggi. Selanjutnya dilakukan pencucian pelet agar bersih dari medium. Pelet
ditambah akuades steril kemudian disentrifuge dengan kecepatan 8000 rpm selama
10 menit.
Isolasi
DNA Genom Bakteri E. coli DH5-α
Isolasi genom E. coli dilakukan
dengan menggunakan mini kit DNA ZymoBIOMICSTM. Isolasi genom dibagi
menjadi 3 tahap. Tahap pertama yaitu lisis sel. Pelet yang telah diperoleh
ditambahkan 750 µL larutan lisis kemudian diresuspensi lalu dipindahkan kedalam
tube lisis yang berisi glass bead. Selanjutnya dilakukan pengocokan menggunakan
vorteks selama 5 menit dengan tujuan untuk mempercepat lisis sel, kemudian
disentrifugasi dengan kecepatan 10.000
rpm selama 1 menit. Supernatan hasil sentrifugasi diambil sebanyak 400 µL kemudian dipindahkan ke zymo spin IV
filter untuk memisahkan DNA dengan protein lain. Pada tahap ini protein maupun komponen lain selain DNA terperangkap di membran
filter pada zymo
spin IV filter. Selanjutnya dilakukan sentrifugasi selama 1
menit dengan kecepatan 10.000 rpm. Zymo spin IV filter dibuang kemudian
supernatant pada tube koleksi ditambahkan dengan 1.200 µL DNA binding buffer
lalu diresuspensi. Selanjutnya diambil sebanyak 800 µL kemudian dimasukkan kedalam III c z column
lalu disentrifugasi selama 1 menit dengan kecepatan 10.000 rpm. Pada tahap ini DNA terperangkap di membran filter pada III c z column.
Tahap kedua
yaitu pencucian. Supernatan hasil sentrifugasi dibuang kemudian III c z column
yang berisi DNA diletakkan pada tube koleksi yang baru. Selanjutnya tepat pada
bagian tengah III c z column ditambahkan 250 µL wash buffer I kemudian di
sentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 1 menit, lalu supernatant
dibuang. Selanjutnya ditambahkan 700 µL wash buffer II kemudian di sentrifugasi
dengan kecepatan 10.000 rpm selama 1 menit, lalu supernatant dibuang. Terakhir
ditambahkan 200 µL wash buffer II kemudian di sentrifugasi dengan kecepatan
10.000 rpm selama 1 menit, lalu supernatant dibuang.
Tahap
ketiga yaitu pemanenan DNA. III c z column yang berisi DNA dipindahkan ke
ependorf kemudian tepat pada bagian tengah III c z column ditambahkan 50 µL DNA
free water lalu diinkubasi selama 1 menit. Selanjutnya dilakukan sentrifugasi
selama 1 menit dengan kecepatan 10.000 rpm agar DNA keluar dari membran dan
ditampung pada ependorf. DNA pada tabung ependorf disimpan pada suhu 20oC.
Verifikasi Hasil Isolasi DNA Genom E.
coli DH5-α
Verifikasi hasil isolasi DNA genom dilakukan dengan
menggunakan elektroforesis. Elektroforesis dilakukan dengan
menggunakan gel agarosa dan alat elektroforator. Sebanyak 1 gram gel agarose
dilarutkan dalam 100 mL buffer TAE sambil dipanaskan diatas hot plate.
Selanjutnya dimasukkan kedalam cetakan selama 30 menit atau sampai gel memadat.
Setelah gel padat, gel dimasukkan kedalam alat elektroforator kemudian sampel
DNA dan loading dye dengan perbandingan 5:1 diresuspensi pada parafilm lalu
dimasukkan kedalam sumur gel agaros. Selain sampel DNA, juga dimasukkan kontrol dan marker DNA yang telah diketahui berat molekulnya
1 kb pada sumur gel agaros. Alat
elektroforator dijalankan selama 30 menit dengan voltase 85
volt.
Setelah 30 menit, gel agaros diambil kemudian direndam dalam etidium bromide
selama 10 menit lalu dilihat dibawah sinar ultraviolet maka akan terlihat
fragmen DNA yang berpendar pada gel agaros.
Mengukur
Konsentrasi DNA dan Melihat Kemurnian DNA
Mengukur
konsentrasi DNA dan melihat kemurnian DNA digunakan alat nanodrop spektrofotometri.
Sampel DNA diambil sebanyak 1 µL kemudian dimasukkan pada alat nanodrop spektrofotometri
lalu dilihat hasilnya.
Amplifikasi
DNA Target (gen 16S rRNA)
Amplifikasi
DNA target dilakukan dengan menggunakan GoTag green yang berisi Taq DNA polymerase
dan dNTP. Selain itu bahan lain yang dibutuhkan dalam amplifikasi DNA target
adalah primer reverse (1.387 bp),
primer forward (63 bp), DNA template,
dan ddH2O. Jumlah DNA template yang dibutuhkan untuk amplifikasi
diketahui dari menghitung 250 ng dibagi dengan konsentrasi total DNA sampel. Jumlah
total konsentrasi semua bahan yang tercampur nantinya adalah 25 µL, sehingga
jumlah ddH2O yang dibutuhkan adalah 25 µL dikurangi 12,5 µL GoTag
green, 1 µL primer reverse, 1 µL primer forward, dan 3 µL DNA template (250 ng
dibagi 90.75) adalah 7.5 µL. Semua bahan dimasukkan kedalam ependorf kemudian
diresuspensi lalu di masukkan kedalam alat PCR cycler dengan 4 proses yaitu proses pre-denaturation pada suhu 94oC selama 5 menit, denaturation pada suhu 94oC
selama 30 detik, annealing pada suhu
55oC selama 45 detik, dan extension
pada suhu 72oC selama 1 menit 30 detik.
Verifikasi Hasil Amplifikasi gen 16S rRNA
Verifikasi dilakukan dengan menggunakan elektroforesis. DNA hasil
amplifikasi dimasukkan kedalam sumuran gel agarose pada elektroforator sebanyak
20 µL. Alat elektroforator dijalankan selama 30 menit dengan voltase 100 volt. Setelah 30
menit, gel agaros diambil kemudian direndam dalam etidium bromide selama 10
menit lalu dilihat dibawah sinar ultraviolet maka akan terlihat fragmen DNA
yang berpendar pada gel agaros. Apabila hasil elektroforesis berupa multiband maka untuk proses selanjutnya
dilakukan ekstraksi gel, sedangkan apabila hasil
elektroforesis hasilnya single band
maka untuk proses selanjutnya dilakukan PCR clean
up. Pada praktikum ini hasil elektroforesis adalah multiband sehingga
pemurnian DNA dilakukan dengan metode ekstraksi
gel. Gel pada pita paling terang dan kuat dipotong kemudian ditimbang sebanyak
300 mg lalu dimasukkan ke tabung ependorf untuk dilakukan pemurnian.
Pemurnian
Gen 16S rRNA
Pemurnian
DNA target dengan menggunakan metode ekstraksi gel dilakukan
dengan 3 tahapan. Tahap pertama yaitu gel dissociation. Potongan gel pada
tabung ependorf dicacah kemudian ditambah DF buffer sebanyak 500 µL lalu
homogenkan menggunakan vorteks. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 55oC
sampai 60oC selama 10 sampai 15 menit, setiap 3 menit dilakukan
invert (dibolak balik). Setelah inkubasi, didiamkan pada suhu ruang agar dingin.
Tahap kedua yaitu DNA binding. DF column dimasukkan pada tube koleksi kemudian
sebanyak 800 µL sampel hasil tahap pertama dimasukkan ke DF column lalu
disentrifugasi selama 2 menit dengan kecepatan 10.000 rpm. Supernatan hasil
sentrifugasi dibuang. Tahap ketiga yaitu pencucian. DF column dipindahkan ke
tub koleksi yang baru. Selanjutnya ditambahkan 400 µL wash buffer I ke DF
column lalu disentrifugasi 2 menit dengan kecepatan 10.000 rpm. Supernatan
dibuang kemudian pada DF column ditambahkan 600 µL wash buffer yang telah
ditambah dengan etanol lalu dikeringanginkan selama 1 menit pada suhu ruang.
Selanjutnya disentrifugasi selama 2 menit pada kecepatan 10.000 rpm. Supernatan
dibuang. DF column pada tub koleksi kosong selanjutnya disentrifugasi dengan
kecepatan 10.000 rpm selama 3 menit. DF column dipindahkan ke tabung ependorf
kemudian ditambahkan 50 µL buffer elusi atau TE tepat ditengan kolom matriks
lalu dibiarkan selama 2 menit. Selanjutnya dilakukan sentrifugasi selama 2
menit dengan kecepatan 10.000 rpm. Hasil pemurnian selanjutnya diukur
menggunakan nanodrop spektrofotometri dan selanjutnya
digunakan sebagai insert dalam proses ligasi.
Mengukur
Konsentrasi dan Melihat Kemurnian Gen 16S rRNA
Mengukur
konsentrasi dan melihat kemurnian gen 16S rRNA
dilakukan dengan menggunakan alat nanodrop spektrofotometri.
Hasil pemurnian gen 16S rRNA diambil sebanyak
1 µL kemudian dimasukkan pada alat nanodrop spektrofotometri lalu dilihat
hasilnya.
Ligasi
Ligasi vektor (plasmid pGEMT easy) dan DNA insert (gen
16S rRNA) dilakukan dengan mengacu pada protokol pGEMT easy. Sebanyak 5 µL 2x rapid ligation buffer, 1 µL pGEMT easy (50
ng), dan 3 µL produk PCR dimasukkan kedalam tabung ependorf kemudian di resuspensi. Selanjutnya
ditambahkan 1
µL T4 DNA ligase sehingga volume
total adalah 10 µL kemudian diinkubasi overnight pada suhu 4oC.
Setelah itu untuk menghentikan reaksi maka disimpan pada suhu -20o
C. Kontrol dibuat dengan cara yaitu sebanyak 5 µL 2x rapid ligation buffer, 1 µL pGEMT easy (50
ng), control insert DNA 3 µL, dan ddH2O
sebanyak 1 µL dimasukkan kedalam ependorf kemudian diresuspensi. Selanjutnya diinkubasi overnight pada suhu 4oC, lalu
disimpan pada suhu -20o C untuk menghentikan reaksi. Hasil
ligasi selanjutnya diukur menggunakan nanodrop
spektrofotometri. Hasil ligasi disebut plasmid rekombinan yang
selanjutnya akan ditransformasikan kedalam bakteri E. coli DH5-α.
Transformasi
Proses transformasi
dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu penyiapan buffer transformasi, medium
LB, medium LA yang ditambah ampisilin dan Xgal, medium 2YT, dan proses
transformasi yang meliputi pembuatan sel kompeten, transformasi dengan metode heat shock, dan verifikasi gen 16 rRNA
dari plasmid rekombinan.
Pembuatan Buffer
Transformasi
Bahan-bahan
yang dibutuhkan adalah 0.6 g pipes 10 mM, 0.44 g CaCl2 15 mM, 3.64 g
KCl, dan akuades 120 mL. Semua bahan dicampur didalam Erlenmeyer, kemudian pH
diatur dengan ditambah KOH sampai pH mencapai 6.7. Selanjutnya ditambah 2.18
MnCl2 4H2O kemudian ditambah akuades hingga volume akhir
mencapai 200 mL lalu buffer tersebut disaring dengan menggunakan membran
filter.
Pembuatan Medium
LA (Luria Agar) dan LB
Bahan-bahan yang dibutuhkan adalah 8
g NaCl, 4 g yeast ekstrak, 8 g tripton, 16 g bacto agar, dan 800 mL akuades.
Semua bahan dicampur didalam botol duran kemudian dipanaskan diatas hot plate
agar homogen. Pada medium LA ditambahkan 8 mL ampisilin konsentrasi 100 ppm dan Xgal (20 mg mL-1). Ampisislin dan Xgal disterilisasi secara terpisah dengan menggunakan
membran milipore disposable. Ampisilin dimasukkan kedalam medium LA steril
sebelum dituang kedalam cawan steril, sedangkan Xgal disebar pada medium LA
yang sudah padat. Pembuatan medium LB sama dengan medium LA namun tanpa
penambahan agar.
Pembuatan Medium
2YT
Bahan-bahan yang dibutuhkan adalah
0.6 g NaCl, 0.3 g yeast ekstrak, 0.6 g tripton, dan akuades 30 mL. Semua bahan
dicampur didalam botol duran kemudian dipanaskan diatas hot plate agar homogen. Medium 2YT berfungsi untuk memulihkan sel
bakteri E. coli.
Proses Transformasi
Pembuatan Sel
Kompeten
Sebanyak 1 ose bakteri E. coli DH5-α dimasukkan kedalam 50 mL medium LB kemudian inkubasi
24 jam. Sebanyak 1% dari hasil kultivasi tersebut dimasukkan kedalam 50 mL
medium LB kemudian diinkubasi selama 12 jam. Setelah itu OD diukur dengan
spektrofotometri pada panjang gelombang 600 nm. Selanjutnya diambil 3 mL
kemudian dimasukkan kedalam tabung ependorf lalu di sentrifugasi 4000 rpm, 4o
C, selama 5 menit. Supernatan dibuang sedangkan pelet ditambahkan 1 mL buffer transformasi
kemudian diresuspensi. Selanjutnya diinkubasi selama 20 menit pada es kemudian
disentrifugasi 4000 rpm, 4o C, selama 5 menit. Setelah itu supernatan
dibuang dan pelet ditambah 350 µL buffer transformasi kemudian diinkubasi es
selama 10 menit. Sampai pada tahap ini sel telah kompeten dan siap untuk
dilakukan transformasi.
Transformasi dengan Metode Heat Shock
Sel kompeten yang
terdapat dalam 350 µL buffer transformasi selanjutnya ditambah dengan 10 µL DNA
ligasi atau plasmid rekombinan hasil ligasi.
Selanjutnya diinkubasi es selama 45 menit (tiap 15 menit dijentik),
kemudian diberi dilakukan transformasi dengan kejutan panas pada suhu 42o
C selama 45 detik lalu diinkubasi es selama 15 menit. Selanjutnya ditambah 250 µL
medium recovery (2YT) kemudian
diinkubasi pada suhu 35oC selama 2 jam lalu disentrifugasi dengan
kecepatan 4000 rpm selama 5 menit. Pelet ditambah dengan 200 mL medium LB
kemudian diresuspensi. Pelet yang terdapat dalam medium tersebut berisi sel
bakteri yang diinginkan telah tersisipi oleh plasmid rekombinan.
Verifikasi Hasil Transformasi
Verifikasi hasil transformasi dilakukan dengan seleksi
biru putih. Sebanyak 100 µL sel bakteri hasil transformasi pada medium LB disebar
pada medium LA yang mengandung antibiotik ampisilin (100 ppm per 400 mL medium
LA) dan Xgal (0.04 gram per 2 mL dimethylformamide) yang telah disterilkan
dengan membran filter kemudian disebar pada permukaan medium 0.1 µL.
Selanjutnya diinkubasi pada suhu 35o C selama 24 jam. Selain itu, juga
ditumbuhkan sel kompeten (tanpa insert) sebanyak 100 µL pada medium
LA+antibiotik+Xgal sebagai kontrol negatif dan juga ditumbuhkan sel kompeten
(yang tersisipi insert dari Kit) pada medium LA+antibiotik+Xgal sebagai kontrol
positif. Dilakukan dengan 2 kali ulangan. Setelah inkubasi, sel yang tumbuh
diamati dan dihitung jumlah koloni berwarna biru dan jumlah koloni berwarna
putih.
Isolasi Plasmid
Isolasi plasmid dilakukan dengan menggunakan kit Geneaid.
Sebelum isolasi plasmid dilakukan, isolat bakteri biru dan putih dikulturkan
pada medium LB selama 24 jam pada suhu 35o C. Selanjutnya, sebanyak
1,5 mL dari masing-masing kultur dimasukkan kedalam microtube kemudian
disentrifugasi 10.000 rpm selama 5 menit. Supernatan dibuang kemudian
ditambahkan 200 µL buffer PD1 yang telah ditambah RNAse lalu diresuspensi
dengan pipet. Setelah itu, ditambahkan 200 µL buffer PD2 kemudian tube dibolak
balik sampai 10 kali, lalu didiamkan pada suhu ruang 2 menit atau tidak lebih
dari 5 menit. Selanjutnya ditambahkan 300 µL buffer PD3 kemudian dibolak balik
sampai 10 kali lalu disentrifugasi 10.000 rpm selama 5 menit. PD column
ditempatkan pada tube collection 2 mL. Supernatan dimasukkan kedalam PD column
kemudian disentrifugasi 10.000 rpm selama 2 menit. Setalah itu supernatan
dibuang dan PD column ditempatkan kembali ke tube collection. Selanjutnya
ditambahkan 600 µL wash buffer yang telah ditambahkan etanol ke dalam PD column
kemudian disentrifugasi 10.000 rpm selama 2 menit. Supernatan dibuang, PD
column ditempatkan kembali ke tube collection kemudian diambahkan 400 µL wash
buffer lalu disentrifugasi 10.000 rpm selama 5 menit. Selanjutnya ditambahkan
25 µL buffer elusi tepat dibagian tengah PD column dan diamkan selama 10 menit
kemudian sentrifugasi 10.000 rpm selama 5 menit. DNA plasmid murni yang
tertampung pada tube collection selanjutnya diukur konsentrasinya menggunakan
nanodrop.
Mengukur
Konsentrasi Plasmid dan Melihat
Kemurnian Plasmid
Mengukur
konsentrasi dan melihat kemurnian plasmid dilakukan
dengan menggunakan
alat nanodrop spektrofotometri.
Hasil isolasi plasmid diambil
sebanyak 1 µL kemudian dimasukkan pada alat nanodrop spektrofotometri lalu
dilihat hasilnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi DNA Genom E. coli DH5-α
Isolasi DNA genom
merupakan proses pemisahan DNA genom dari sel maupun dari komponen sel. Proses
isolasi DNA genom meliputi lisis sel, ekstraksi DNA genom, pencucian DNA genom,
dan pemanenan DNA genom. Proses lisis, ekstraksi, dan pencucian harus dilakukan
dengan benar agar DNA genom yang diperoleh terdapat dalam jumlah banyak, murni,
dan tidak rusak. Ukuran genom E. coli adalah 4.6 Mb. Genom E. coli terdiri dari DNA nukleus
(kromosom) dan plasmid.
Lisis sel atau
pengerusakan dinding sel bakteri dilakukan agar genom dan komponen sel lain
keluar dari dalam sel. Lisis sel dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara
mekanik dan kimia. Pada praktikum ini, lisis sel dilakukan secara mekanik dan
kimia yaitu dengan menggunakan larutan lisis dan glass bead sekaligus bead
shocker. Proses lisis sel antara
cendawan, bakteri, dan organisme tingkat tinggi seperti tumbuhan berbeda. Hal
tersebut disebabkan oleh komponen penyusun dinding sel dari organisme tersebut
berbeda. Dinding sel cendawan tersusun atas kitin, bakteri tersusun atas peptidoglikan,
sedangkan tumbuhan tersusun atas selulosa. Selain itu, proses lisis sel antara
bakteri Gram negatif dan Gram positif juga berbeda. Hal tersebut juga
didasarkan pada komponen penyusun dinding selnya. Pada bakteri Gram positif
mengandung peptidoglikan yang tebal sedangkan pada bakteri Gram negatif
mengandung peptidoglikan tipis dan protein yang tebal. Oleh karena itu, pada
bakteri Gram positif, lisis sel dapat dilakukan dengan menggunakan lisozim saja
sedangkan pada bakteri Gram negatif, lisis sel dilakukan dengan lisozim dan
penambahan enzim protease.
Pada praktikum ini
lisis sel bakteri Gram negatif E. coli DH5-α
dilakukan dengan menggunakan larutan lisis yang tersedia pada kit DNA
ZymoBIOMICSTM+. Adapun bahan yang digunakan dalam proses isolasi
dapat dilihat pada Gambar 1. Prosedur isolasi DNA genom yang terdapat pada kit
tersebut harus dilakukan dengan benar agar DNA genom yang didapatkan murni dan
tidak rusak. OD E. coli DH5-α setelah inkubasi 48 jam adalah 0.7.
Gambar 1 Bahan yang digunakan dalam isolasi genom. 1.
Tabung lisis yang berisi glass bead, 2. Biakan bakteri E. coli DH5-α, 3. Larutan lisis, 4. DNA free water, 5. DNA wash
buffer 2, 6. DNA binding buffer, 7. DNA wash buffer.
Konsentrasi DNA
genom dapat ditingkatkan melalui penambahan jumlah pelet. Kebenaran bahwa DNA
genom telah terisolasi dapat diverifikasi dengan menggunakan elektroforesis.
Hasil elektroforesis berupa pita DNA. Terbentuknya pita pada hasil
elektroforesis menujukkan adanya fragmen DNA yang terpisah atau bergerak dari
matriks berupa gel agarose dalam medan listrik. Bergeraknya molekul DNA dalam
medan listrik disebabkan oleh adanya muatan pada molekul DNA. Molekul bermuatan
bergerak dari kutub negatif menuju kutub positif. Perendaman pada etidium
bromida (EtBr) merupakan proses pewarnaan molekul DNA. EtBr mengandung zat
fluoresens. EtBr akan terikat diantara dua untai ganda DNA sehingga pita DNA
dalam gel agarosa akan berpendar saat terekspose pada sinar ultraviolet. Salah
satu faktor yang mempengaruhi elektroforesis adalah ukuran dan struktur molekul
DNA. DNA yang berbentuk sirkular lebih cepat bermigrasi dibandingkan dengan DNA
yang berbentuk linier. DNA yang berupa fragmen lebih cepat bermigrasi
dibandingkan genom utuh (Fatchiyah et al.
2011). Adapun hasil elektroforesis pada praktikum ini dapat dilihat pada Gambar
1.
Gambar 2 Hasil elektroforesis
dari isolasi genom E. coli DH5-α. M.
marker, KP. Kontrol positif. Sumber: dokumen pribadi
Hasil praktikum menunjukan
bahwa terdapat pita DNA yang telah bermigrasi pada matriks gel
agarose. Berdasarkan hal tersebut proses isolasi genom E. coli yang dilakukan dalam praktikum ini dikatakan berhasil. Berdasarkan
letak pita, dapat dikatakan bahwa jarak pita dengan sumur tidak terlalu jauh. Hal
tersebut disebabkan oleh ukuran molekul DNA berupa genom sehingga kemampuan
bermigrasi dalam matriksnya lambat. Pada hasil elektroforesis juga dapat
dilihat bahwa pita DNA pada sampel semua kelompok praktikum sejajar, artinya
berat molekul DNA sama karena DNA genom diisolasi dari jenis sel yang sama. Marker
yang digunakan adalah DNA dengan berat molekul 1 kb. Pita DNA dari marker
terbentuk dibawah pita DNA sampel, artinya berat molekul DNA sampel lebih dari
1 kb. Hal tersebut sesuai dengan ukuran genom E. coli yaitu 4,7 Mb. Kontrol positif digunakan untuk memastikan
keberhasilan elektroforesis.
Selanjutnya hasil
isolasi DNA genom diukur konsentrasi dan kemurniannya menggunakan nanodrop
spektrofotometri. Adapun hasil nanodrop dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Konsentrasi dan
kemurnian DNA genom E. coli
Pengukuran ke-
|
Konsentrasi
asam nukleat (ng µL-1)
|
A260
|
A280
|
A260/A280
|
A260/A230
|
Faktor
|
1
|
89.4
|
1.788
|
0.989
|
1.81
|
1.08
|
50
|
2
|
92.1
|
1.843
|
1.013
|
1.82
|
1.08
|
50
|
Rata-rata
|
90.75
|
1.816
|
1.001
|
1.82
|
1.08
|
50
|
Tabel 1 menunjukkan
bahwa rata-rata konsentrasi DNA genom E.
coli hasil isolasi cukup tinggi yaitu 90.75 ng µL-1. Rasio dari
A260/A280 menunjukkan hasil sebesar 1.8. Nilai tersebut menunjukkan bahwa DNA
genom hasil isolasi tergolong murni atau tidak banyak mengandung pengotor
protein.
Prinsip kerja
alat nanodrop spektrofotometri sama dengan spektrofotometri UV-Vis. Perbedaannya, hasil lebih cepat didapatkan dan tanpa melalui penghitungan
apabila menggunakan alat nanodrop dibandingkan dengan menggunakan
spektrofotometri UV-Vis. DNA murni dapat menyerap sinar
ultraviolet karena adanya basa purin dan pirimidin. Pita DNA menyerap panjang
gelombang 260 nm, protein lain menyerap pada panjang gelombang 280 nm, dan
molekul lain menyerap panda panjang gelombang 230 nm. Kemurnian DNA diukur
dengan menghitung nilai absorbansi panjang gelombang 260 nm dibagi dengan nilai
absorbansi panjang gelombang 280 nm atau nilai absorbansi panjang gelombang 260
nm dibagi dengan nilai absorbansi panjang gelombang 230 nm. DNA dikatakan murni
apabila nilainya 1.8 sampai 2. Apabila kemurnian DNA dibawah 1.8 maka dapat
dikatakan bahwa konsentrasi DNA terlalu sedikit, sedangkan apabila kemurnian
DNA nilainya lebih dari 2 maka dapat dikatakan bahwa terdapat banyak pengotor
seperti protein maupun molekul lainnya. Konsentrasi DNA diukur dengan
menghitung nilai absorbansi DNA pada panjang gelombang 260 nm dikali dengan
faktor 50 (Fatchiyah et al.
2011).
Pada genom E. coli DH5-α yang telah berhasil
diisolasi memiliki gen 16S rRNA
yang dikehendaki untuk nantinya disisipkan
kedalam plasmid. Oleh sebab itu,
proses selanjutnya adalah proses amplifikasi gen 16S rRNA
dari genom E. coli DH5-α menggunakan reaksi Polymerase chain reaction (PCR).
Amplifikasi 16 S
rRNA
Amplifikasi hanya ditujukan pada gen 16S rRNA pada genom E. coli DH5- α. Amplifikasi bertujuan untuk meningkatkan jumlah urutan
DNA pada gen target yang diinginkan. Amplifikasi dilakukan dengan menggunakan
reaksi PCR yang merupakan reaksi enzimatis untuk memperbanyak jumlah gen target
secara in vitro. Pada proses
amplifikasi gen 16S rRNA diperlukan primer yang spesifik yaitu primer
63 bp forward dan 1387 bp reverse. Ukuran gen 16S rRNA diperkirakan sekitar 1324 bp (1387 bp dikurangi 63 bp). Reaksi PCR pada
praktikum ini berlangsung selama 30 siklus. setiap siklus (n) menghasilkan 2n
DNA target. Berdasarkan hasil amplifikasi
diperkirakan jumlah gen target sebanyak 230.
Setiap siklus
PCR terdiri dari 5 proses yaitu predenaturasi, denaturasi, annealing, ekstensi,
dan post ekstensi. Predenaturasi merupakan proses persiapan. Denaturasi
merupakan proses pembukaan untai ganda DNA menjadi untai tunggal DNA. Secara in vivo, artinya gen terdapat didalam
sel bakteri, pembukaan untai ganda dilakukan dengan menggunakan enzim helikase,
pada suhu 37o C. Secara in
vitro, artinya gen terdapat diluar sel bakteri, pembukaan untai ganda
dilakukan dengan bantuan suhu tinggi yaitu suhu 94o C. Proses
selanjutnya adalah annealing, yaitu pengenalan primer terhadap DNA target. Optimalisasi
suhu annealing dilakukan dengan menghitung melting
temperature (Tm) dari
primer. Rumus sederhana dalam menghitung Tm
adalah Tm =
{(G+C)x4}+{(A+T)x2}. Suhu annealing yang digunakan adalah 5o C
dibawah Tm. Setelah
annealing, proses selanjutnya adalah ekstensi pita DNA dengan DNA polimerase.
Ekstensi merupakan proses pemanjangan untai baru DNA atau pembacaan informasi
DNA sesuai dengan panjang urutan basa nukleotida yang ditargetkan. Setiap
pemanjangan 1kb memerlukan waktu 1 menit dan apabila kurang dari 500 bp hanya
memerlukan waktu 30 detik (Fatchiyah 2011). Panjang gen 16S rRNA adalah sekitar
1324 bp sehingga waktu yang diperlukan untuk proses ekstensi adalah 1 menit 30
detik. Suhu ekstensi berkisar antara 70o-72o
C. Keberhasilan amplifikasi gen 16S rRNA
dapat diverifikasi menggunakan elektroforesis. Adapun hasil elektroforesis
dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Hasil elektroforesis dari amplifikasi gen 16S
rRNA. M marker. Sumber: dokumen pribadi
Hasil
elektroforesis pada Gambar 3 menujukkan adanya pita DNA dari gen target 16S
rRNA. Berdasarkan hal tersebut proses amplifikasi yang dilakukan dalam
praktikum ini dapat dikatakan berhasil. Pita yang paling terang pada hasil
elektroforesis tersebut seolah-olah terlihat tunggal (single band), padahal pita yang terbentuk berjumlah lebih dari satu
(multiband). Hasil yang diharapkan
dalam proses ini adalah single band, namun
yang terbentuk adalah multiband. Hal
tersebut disebabkan oleh suhu annealing terlalu rendah sehingga primer menempel
secara acak disetiap tempat. Supaya mendapatkan hasil single band maka suhu annealing dinaikkan misalnya setiap 2o
C sampai terbentuk single band. Setiap
proses dalam PCR sangat mempengaruhi hasil PCR, oleh sebab itu semua proses
harus dilakukan secara benar dan tepat.
Adapun beberapa hal
lain yang perlu diperhatikan dalam PCR adalah DNA template, primer, nukleotida
(dNTP), dan DNA polimerase. Ukuran DNA template yang terlalu panjang rentan
terhadap inhibitor yang mempengaruhi kerja enzim DNA polimerase, selain itu
waktu yang dibutuhkan dalam proses PCR lebih lama. Ukuran target amplifikasi
yang efisien adalah kurang dari 1000 bp. Target amplifikasi harus memiliki
kemurnian yang tinggi karena pengotor dapat menghambat kerja enzim DNA polimerase. Penghitungan Tm dari Primer harus dilakukan dengan benar
karena Tm sangat
menentukan suhu annealing. Primer yang digunakan tidak boleh self dimer karena akan menyebabkan
primer tidak dapat menempel pada DNA target, akibatnya DNA polimerase juga
tidak dapat melakukan pembacaan DNA target sehingga untai DNA baru tidak
terbentuk dan proses amplifikasi gagal. Konsentrasi dNTP yang digunakan dalam
proses PCR harus tepat karena apabila terlalu tinggi akan menimbulkan
ketidakseimbangan dengan DNA polimerase dan juga pemborosan, sedangkan apabila
konsentrasinya terlalu rendah maka proses pembacaan DNA target oleh DNA
polimerase akan terganggu. DNA polimerase yang digunakan harus bersifat
termostabil karena apabila tidak bersifat termostabil maka enzim DNA polimerase
akan rusak saat proses denaturasi pada suhu 94o C.
Setelah proses elektroforesis, gen 16S rRNA yang terdapat
dalam gel agarose dapat diperoleh kembali atau dimurnikan dari gel agarose dan
dapat digunakan untuk proses selanjutnya yaitu ligasi. Cara pemurnian gen 16S
rRNA bergantung pada pita hasil elektroforesis. Praktikan dari kelompok 3
memperoleh hasil elektroforesis berupa multiband
sehingga metode pemurnian gen 16S rRNA yang akan digunakan adalah ekstraksi
gel.
Pemurnian Gen 16S
rRNA dengan Metode Ekstraksi Gel
Pemurnian dilakukan
dengan menggunakan metode ekstraksi gel. Kelemahan metode ekstraksi gel adalah proses pemotongan gel dilakukan
langsung dibawah sinar UV sehingga sangat beresiko menyebabkan mutasi (dimer
pirimidin) baik pada praktikan maupun pada gen. Hasil
pemurnian gen 16S rRNA selanjutnya diukur konsentrasi dan kemurniannya menggunakan
nanodrop spektrofotometri. Tabel 2 menunjukkan hasil nanodrop dari hasil
pemurnian gen 16S rRNA.
Tabel 2 Konsentrasi dan
Kemurnian Gen 16S rRNA
Pengukuran ke-
|
Konsentrasi
asam nukleat
|
A260
|
A280
|
A260/A280
|
A260/A230
|
Faktor
|
1
|
11.4
|
0.228
|
0.108
|
2.12
|
0.03
|
50
|
2
|
11.8
|
0.236
|
0.104
|
2.28
|
0.03
|
50
|
Rata-rata
|
11.6
|
0.232
|
0.106
|
2.20
|
0.03
|
50
|
Tabel 2 menunjukkan
bahwa rata-rata konsentrasi gen 16S rRNA hasil pemurnian sangat rendah yaitu
11.6 ng µL-1.gen 16S rRNA selanjutnya digunakan untuk menghitung
jumlah insert yang diperlukan saat proses ligasi. Konsentrasi Rasio dari A260/A280
menunjukkan hasil sebesar 2.20. Nilai tersebut menunjukkan bahwa hasil
pemurnian gen 16S rRNA kurang murni atau masih terdapat banyak pengotor atau
kontaminan. Meskipun demikian, hasil pemurnian gen 16S rRNA dengan metode
ekstraksi gel tersebut masih dapat dilanjutkan untuk proses ligasi.
Ligasi
Ligasi merupakan
proses penyisipan insert ke vektor. Insert yang akan disisipkan adalah gen 16S
rRNA, sedangkan vektor yang digunakan untuk disisipi adalah plasmid p-GMET
easy. Hal yang perlu diperhatikan dalam proses ligasi adalah rasio antara
insert dengan vektor harus tepat. Selain itu, vektor dan insert harus
kompatibel satu sama lain. Sebelum insert disisipkan ke vektor maka yang harus
dipersiapkan adalah bagian akhir dari sekuens insert harus kompatibel dengan
bagian akhir dari sekuens vektor. Oleh sebab itu perlu dilakukan TA kloning
yaitu penambahan basa Adenin pada ujung 3’ pada sekuens insert dan
penambahan basa Timidin pada ujung 5’ pada sekuens vektor.
Penggunaan plasmid
sebagai vektor memiliki beberapa kelebihan yaitu plasmid berukuran kecil
sehingga secara mudah dapat diisolasi dan diintroduksikan kedalam berbagai
jenis bakteri. Plasmid memiliki high copy
number sehingga plasmid secara mudah dapat dimurnikan dalam jumlah yang
cukup. Plasmid mengandung gen yang resisten antibiotik sehingga dapat digunakan
dalam menyeleksi sel yang mengandung plasmid. Plasmid memiliki satu atau lebih
situs restriksi yang unik. Situs restriksi endonuklease dapat memotong DNA dan
memungkinkan terjadinya penyisipan DNA. Selain itu, situs restriksi berlokasi
pada selectable gene sehingga apabila
terdapat penyisipan fragmen DNA pada situs tersebut maka selectable gene akan inaktif, hal itu disebut dengan insertional inactivation (Snyder dan
Champness 2007).
Plasmid p-GEMT easy
yang digunakan dalam praktikum ini memiliki beberapa kriteria yaitu mengandung
timidin pada kedua ujungnya, memiliki high
copy number, mengandung promotor RNA polimerase T7 dan SP6 yang terletak
diantara multiple cloning region
termasuk didalamnya terdapat daerah pengkode α peptida untuk enzim β
galaktosidase. Insertional inactivation pada
α peptida memungkinkan identifikasi rekombinan melalui seleksi biru putih. P-GEMT
easy memiliki 3 situs restriksi yaitu EcoR1, BstZI, dan NotI (www.promega.com).
Peta konstruksi vektor p-GEMT easy dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 3 Peta Konstruksi vektor
pGEMT easy. Sumber: www.promega.com
Proses ligasi
dilakukan dengan menggunakan enzim T4 DNA ligase. Aktivitas eksonuklease
diminimalisir dengan penambahan neclease free water. Hal tersebut dilakukan
karena eksonuklease mampu menghilangkan terminal deoxythymidine pada vektor. Selain
itu juga dilakukan penambahan 2x rapid
ligation buffer, mengandung ATP yang menurun selama fluktuasi suhu. Lamanya
waktu inkubasi akan meningkatkan jumlah transforman. Secara umum inkubasi overnight pada suhu 4oC akan
menghasilkan jumlah maksimum transforman. Secara umum rasio antara insert
dengan vektor adalah 3:1 dan 1:3. Pada praktikum ini, kelompok 3 menggunakan
rasio 3:1. Jumlah insert yang digunakan dalam proses ligasi dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut.
Berdasarkan hasil
penghitungan, jumlah insert yang dibutuhkan dalam proses ligasi adalah 65 ng µL-1.
Penggunaan insert selanjutnya dihitung kembali yaitu 65 ng µL-1 dibagi
dengan 11.6 (konsentrasi gen16S rRNA hasil pemurnian), hasilnya adalah 5.6 µL. Volume
maksimal pada proses ligasi adalah 10 µL maka penggunaan insert cukup 3 µL. Hasil
ligasi antara gen 16S rRNA dengan plasmid disebut plasmid rekombinan. Pada
proses ligasi bisa jadi gen 16S rRNA tidak menyesip kedalam plasmid. Oleh sebab
itu, penentu keberhasilan ligasi dilakukan dengan metode seleksi biru putih.
Metode tersebut dilakukan dengan mentransformasikan hasil ligasi kedalam sel
bakteri.
Transformasi dan
seleksi biru putih
Transformasi
merupakan proses transfer materi genetik dari lingkungan kemudian diterima oleh
sel penerima yang kompeten. Pada praktikum ini plasmid rekombinan hasil ligasi
akan ditransformasikan kedalam sel bakteri. Syarat transformasi adalah sel
bakteri harus kompeten yaitu membran sel bersifat permeabel sehingga mampu menyerap
materi genetik dari lingkungan. Jenis bakteri yang digunakan dalam praktikum
ini adalah E. coli DH5-α Bakteri
tersebut bukan merupakan sel kompeten secara alami. Terdapat beberapa jenis
bakteri yang kompeten secara alami diantaranya Bacillus subtilis, Streptococcus pneumoniae, dan Haemophilus influenzae. Berdasarkan hal
tersebut, bakteri E. coli DH5-α harus
dikompetenkan terlebih dahulu. Pembuatan sel kompeten dapat dilakukan dengan
beberapa cara diantaranya kejutan listrik, kejutan panas, dan induksi dengan
ion Ca2+ (Snyder dan Champness 2007). Pada praktikum ini dilakukan
dengan cara pemberian buffer yang berisi ion CaCl2 dan kejutan panas
pada suhu 45o C selama 45 detik. Selain itu sel disiapkan dalam fase
logaritmik awal yaitu ketika sel masih muda sehingga memudahkan dalam membuka
membran. OD E. coli DH5-α hasil inkubasi selama 12
sampai 14 jm adalah 0.7.
CaCl2 merupakan
kation bivalen yang berfungsi menjadikan membran sel lebih permeabel sehingga
memungkinkan plasmid untuk masuk kedalam sel. Masuknya plasmid kedalam sel melewati
dinding sel dan membran sel distimulasi oleh kejutan panas. Oleh karena itu
pada tahap kejutan panas harus dilakukan dengan tepat agar mendapat hasil yang
diinginkan yaitu plasmid benar-benar masuk kedalam sel. Setelah
perlakuan kejutan panas, sel diberi perlakuan dingin selama 15 menit agar
membran sel menutup kembali. Selanjutnya sel ditumbuhkan dalam medium kaya
nutrisi yaitu 2YT (Yeast Trypton Broth)
yang mengandung yeast ekstrak 2 kali lebih banyak. Pada tahap ini sel akan
mengalami recovery setelah perlakuan
kejutan panas.
Pada proses
transformasi akan didapatkan 3 kemungkinan jenis sel, yaitu sel pembawa plasmid
yang tersisipi oleh gen target, sel pembawa plasmid yang tidak tersisipi oleh
gen target, dan sel yang tidak membawa plasmid. Sel yang diharapkan adalah sel
yang membawa plasmid rekombinan (plasmid yang tersisipi gen target). Oleh sebab
itu, perlu dilakukan pengecekan agar dapat membedakan antar ketiga jenis sel
tersebut. Langkah yang dilakukan adalah dengan melakukan seleksi biru putih.
Seleksi biru putih
dilakukan dengan menumbuhkan sel pada medium LA selektif yaitu yang mengandung antibiotik
ampisilin dan Xgal (5-bromo-4-chloro-3-indolyl-β-D-galactopyranoside). Sel yang
tidak membawa plasmid (artinya sel tidak memiliki gen resisten antibiotik
ampisilin) tidak dapat tumbuh pada medium tersebut. Selanjutnya selektif dengan
Xgal, sel yang membawa plasmid yang tersisipi oleh gen target akan berwarna
putih sedangkan sel yang membawa plasmid yang tidak tersisipi oleh gen target
akan berwarna biru. Pada praktikum ini didapatkan beberapa koloni dengan warna
biru dan putih, dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4
Hasil seleksi biru putih. Sumber: dokumen pribadi
Prinsip dari
seleksi biru putih adalah insertional
inactivation. Fragmen gen 16S rRNA yang menyisip pada multiple cloning region termasuk didalamnya terdapat daerah atau
gen pengkode α peptida (gen LacZ)
untuk enzim β galaktosidase (selectable
gene) maka gen tersebut akan inaktif. Akibatnya enzim β galaktosidase tidak
disintesis sehingga sel tidak mampu memecah substrat X gal (indikatornya adalah
sel berwarna putih). Sebaliknya, apabila fragmen DNA tidak menyisip pada gen LacZ maka terjadi sintesis enzim β
galaktosidase sehingga sel mampu memecah substrat X gal (indikatornya adalah
sel berwarna biru). Koloni biru maupun putih pada cawan dihitung jumlahnya.
Jumlah koloni putih sebanyak 478 sedangkan jumlah koloni biru sebanyak 21.
Berdasarkan hasil tersebut maka dapat dikatakan bahwa jumlah sel yang membawa
plasmid rekombinan lebih banyak daripada jumlah sel yang tidak membawa plasmid
rekombinan. Koloni putih juga dapat diverifikasi lagi untuk memastikan ada
tidaknya insert yang menyisip pada
plasmid. Hal tersebut perlu dilakukan sebab bisa jadi koloni putih yang
terbentuk tersebut adalah sel yang mampu mensintesis enzim β galaktosidase
(tidak terjadi penyisipan insert)
namun karena substrat Xgal yang digunakan rusak sehingga tidak terjadi pemecahan
substrat dan perubahan warna koloni menjadi biru. Metode yang digunakan untuk
verifikasi adalah isolasi plasmid dan restriksi plasmid. Hasil isolasi plasmid
diverifikasi mengunakan nanodrop. Adapun hasil nanodrop dari hasil isolasi
plasmid dari koloni putih dapat dilihat pada Tabel 3, sedangkan hasil nanodrop
dari hasil isolasi plasmid dari koloni biru dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 3 dan 4 menunjukkan bahwa rata-rata konsentrasi
plasmid yang diisolasi dari koloni putih adalah 51.15 ng µL-1
sedangkan konsentrasi plasmid yang diisolasi dari koloni biru adalah 56.9 ng µL-1.
Berdasarkan rasio A260/A280 dan A260/A230 dapat dikatakan bahwa isolasi plasmid
dari koloni putih maupun biru kurang murni atau masih terdapat kontaminan.
Konsentrasi plasmid dipengaruhi oleh jumlah pelet yang digunakan, proses
pelisisan sel, dan elusi buffer, sedangkan kemurnian plasmid dipengaruhi oleh
proses ekstraksi plasmid dan pencucian. Pada proses isolasi plasmid sudah
ditambahkan dengan enzim RNAse namun kontaminasi RNA masih terjadi.
Tabel 3 Konsentrasi dan
kemurnian plasmid koloni putih
Pengukuran ke-
|
Konsentrasi
asam nukleat
|
A260
|
A280
|
A260/A280
|
A260/A230
|
Faktor
|
1
|
50.1
|
1.002
|
0.482
|
2.08
|
0.41
|
50
|
2
|
52.2
|
1.045
|
0.499
|
2.10
|
0.42
|
50
|
Rata-rata
|
51.15
|
2.09
|
0.42
|
Tabel 4 Konsentrasi dan
kemurnian plasmid koloni biru
Pengukuran ke-
|
Konsentrasi
asam nukleat
|
A260
|
A280
|
A260/A280
|
A260/A230
|
Faktor
|
1
|
57.4
|
1.149
|
0.466
|
2.47
|
0.28
|
50
|
2
|
52.4
|
1.049
|
0.415
|
2.52
|
0.28
|
50
|
3
|
58.9
|
1.178
|
0.432
|
2.73
|
0..28
|
50
|
4
|
58.9
|
1.179
|
0.450
|
2.62
|
0.29
|
50
|
Rata-rata
|
56.9
|
2.59
|
0.28
|
SIMPULAN
Simpulan dari praktikum ini adalah isolasi genome E. coli DH5-α berhasil dilakukan. Selain
itu, kloning gen 16S rRNA dari genome E.
coli DH5-α ke dalam plasmid p-GEMT easy juga berhasil dilakukan. Hal
tersebut ditandai dengan adanya koloni E.
coli DH5-α berwarna putih, yang merupakan ciri koloni pembawa plasmid
rekombinan. Untuk lebih meyakinkan keberhasilan kloning gen 16S rRNA seharunya
dilakukan proses restriksi setelah isolasi plasmid, sehingga dari proses
tersebut dapat diketahui ada atau tidak fragmen gen 16S rRNA yang menyisip pada
plasmid. Apabila terdapat fragmen gen 16S rRNA dapat dikatakan bahwa proses
kloning benar-benar berhasil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar