Jumat, 08 September 2017

KEANEKARAGAMAN JENIS MIKROBA RHIZOSPHERE

Mikroorganisme merupakan kelompok makhluk hidup yang berukuran mikroskopis sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Pengamatan mikroorganisme dilakukan dengan menggunakan alat bantu yaitu mikroskop. Pada tahun 1970 Carl Woose mengelompokkan makhluk hidup yang ada di bumi kedalam 3 domain yaitu bacteria, archae, dan eukarya (Madigan et al 2015). Bacteria dan archae merupakan kelompok mikroorganisme prokariotik. Di dalam domain eukarya terdapat kingdom fungi yang merupakan kelompok mikroorganisme eukariotik. Bumi sebagai habitat makhluk hidup dikelompokkan dalam empat reservoar yaitu hidrosfer, litosfer, atmosfer, dan biosfer. Keempat reservoar tersebut dapat menjadi habitat bagi mikroorganisme.
Mikroorganisme di bumi memiliki peranan yang sangat penting, yaitu dalam hal siklus biogeokimia dan bahkan terdapat hipotesis yang menjelaskan bahwa organisme eukariotik berasal dari organisme prokariotik melalui proses endosimbiosis. Selain itu, keberadaan oksigen di bumi berasal dari hasil aktivitas mikroorganisme pada masa lalu. Aktivitas manusia, hewan, dan tumbuhan bergantung pada aktivitas mikroorganisme  yaitu dalam hal daur ulang nutrisi dan degradasi substansi organik (Madigan et al 2015). Meskipun mikrorganisme berukuran mikroskopis namun keberadaannya di bumi sangat melimpah dan beranekaragam. Salah satu reservoar bumi yang memiliki kelimpahan dan keanekaragaman spesies organisme tertinggi adalah litosfer. Litosfer merupakan reservoar yang ada didaratan atau permukaan bumi, salah satunya yaitu tanah.
Tanah merupakan lapisan terluar bumi. Tanah mengandung empat komponen yaitu 40% materi anorganik, 5% materi organik, 50% udara dan air, 5% mikroorganisme dan makroorganisme. Profil tanah menunjukkan empat horizon, yaitu horizon O, horizon A, horizon B, dan horizon C (lihat Gambar 1). Kondisi pada tiap horizon dapat dijelaskan sebagai berikut.
1.      Horizon O, yaitu lapisan tanah paling atas. Terdiri dari material yang tidak terdekomposisi.
2.      Horizon A, yaitu surface soil yang mengandung komponen organik tinggi, berwarna gelap dan digunakan dalam bidang pertanian. Pada lapisan tanah ini jumlah mikroorganisme dan aktivitasnya sangat tinggi.
3.      Horizon B, yaitu lapisan subsoil yang terdiri dari mineral, humus, dan hasil aktivitas metabolisme pada surface soil juga dapat terakumulasi di lapisan ini. Kandungan material organik rendah, jumlah dan aktivitas mikroorganisme pada lapisan ini lebih rendah dibandingkan dengan surface soil.  
4.      Horizon C, yaitu lapisan soil base yang banyak mengandung bebatuan dan aktivitas mikroorganisme pada lapisan ini sangat rendah.


Gambar 1. Profil Tanah
Sumber : Madigan et al 2015

            Mikroorganisme terdapat disetiap lapisan tanah dengan kelimpahan dan keanekaragaman yang berbeda-beda. Kelimpahan dan keanekargaman mikroba pada lapisan tanah bergantung pada kondisi lingkungan tanah atau bisa jadi sebaliknya yaitu kondisi lingkungan tanah yang berbeda-beda adalah akibat dari aktivitas mikroba. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa lingkungan dan mikroorganisme berkaitan satu sama lain. Selain itu, mikroorganisme dengan organisme tingkat tinggi lain misalnya tumbuhan juga saling berkaitan. Mikrooganisme dapat menyebabkan penyakit bagi tanaman, namun banyak juga mikroorganisme lain yang dilaporkan dari hasil berbagai penelitian bersifat menguntungkan bagi tanaman. Aktivitas mikroba tertinggi adalah di dalam lapisan tanah yang kaya nutrisi dan di rhizosfer (Madigan et al 2015). Pada lapisan tanah di horizon A merupakan model yang baik untuk menjelaskan keterkaitan mikroorganisme, tanaman, dan lingkungan.
Tanah horizon A merupakan tempat tumbuh akar tanaman. Akar tanaman dapat menyerap nutrisi yang terdapat pada tanah horizon A untuk tumbuh dan berkembang. Mikroorganisme (bakteri dan fungi) yang ada dilapisan ini juga mampu berkolonisasi di rhizosfer. Rhizosfer merupakan zona tanah disekitar sistem perakarana tanaman (lihat Gambar 2).  Rhizobakteria  merupakan kelompok bakteri yang berkolonisasi di rhizosfer. Komponen kimia yang disekresikan oleh akar tanaman bertindak sebagai atraktan bagi mikroba tanah. Komponen kimia yang disekresikan oleh akar kedalam tanah (rhizosfer) disebut eksudat akar. Komponen eksudat akar antara lain asam amino, asam organik, gula, vitamin, nukleosida, enzim, dan ion inorganik (Dakora & Phillips 2002). Bakteri yang mampu menstimulasi pertumbuhan tanaman melalui interaksinya dengan akar tanaman dikelompokkan dalam bakteri plant growth promoting rhizobacteria (PGPR).


Gambar 2. Model Mikrobiom Akar
Sumber: Gaiero et 2013

PGPR adalah bakteri tanah yang terdapat baik di dalam maupun disekeliling permukaan akar tanaman. PGPR terlibat dalam pertumbuhan dan pekembangan tanaman secara langsung maupun tidak langsung. Interaksi PGPR secara langsung diantaranya fiksasi nitrogen (dilakukan oleh PGPR simbion maupun nonsimbion), pelarutan fosfat, dan produksi fitohormon. Interaksi PGPR secara tidak langsung diantaranya agen biokontrol yaitu dengan memproduksi metabolit sekunder sebagai antibakteri, antifungal, dan antivirus. Selain itu juga sebagai agen toleran terhadap stres lingkungan yaitu dengan produksi enzim 1-aminocyclopropane-1-carboxylate (ACC) deaminase. Kondisi stres menyebabkan jumlah etilen meningkat. Peningkatan etilen dapat menyebabkan efek negatif bagi tanaman. Konsentrasi etilen yang tinggi dapat menyebabkan defoliasi dan gangguan fungsi seluler. ACC deaminase dapat menurunkan produksi etilen dengan mengkonversi etilen menjadi 2-oxobutanoate dan NH3 (Arshad 2007). ACC deaminase dapat mengurangi stres lingkungan (diantaranya logam berat, kadar garam tinggi, radiasi, suhu ekstrim, dan flooding) (Glick 2012; lugtenberg dan kamilova 2009).
Peran PGPR sangat penting di lingkungan sehingga berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengeksplorasi PGPR dan mengidentifikasi aktivitas PGPR di lingkungan. Hasil penelitian Sgroy et al 2009 mengidentifikasi 7 isolat PGPR dari rhizosfer akar tanaman Prosopis strombulifera. Hasil identifikasi 7 isolat PGPR dan aktivitasnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakter Biokimia 7 spesies PGPR tanaman P. strombulifera
Spesies
Gram
Produksi siderophore
Pelrutan fosfat
Fiksasi nitrogen
Aktivitas ACC deaminase
Anti-fungi
Produksi protease
Produksi fitohormon (IAA, GA)
Lysinibacillus fusiformis
+
-
-
+
-
-
-
+
Bacillus subtilis
+
-
-
+
+
-
+
+
Brevibacterium halotolerans
+
-
-
+
+
+
+
+
Bacillus licheniformis
+
-
-
+
+
-
-
+
Bacillus pumilus
+
-
-
+
+
+
+
+
Achromobacter xylosoxidant
-
-
-
+
+
-
-
+
Pseudomonas putida
-
+
-
+
+
-
-
+

Hasil penelitian Nehra et al (2016) mengemukakan bahwa Brevibacillus brevis sebagai PGPR yang diisolasi dari rhizosfer akar tanaman Gossypium hirsutum mampu memproduksi amonia, antifungal (terhadap macrophomina phaseolina, F.oxysporum, Rhizoctonia solani, Sclerotium rolfsii), ARA, hormon IAA dan giberelin. PGPR Brevibacillus brevis mampu meningkatkan sintesis hormon giberelin yang berguna sebagai sinyal hidrolis pati melalui induksi sintesis enzim α amilase. α -amilase selanjutnya memecah pati menjadi glukosa sehingga dapat digunakan untuk respirasi seluler dan menghasilkan energi untuk perkecambahan biji. PGPR Brevibacillus brevis toleran terhadap suhu tinggi mencapai 52oC. 
Selain rhizobacteria sebagai PGPR, terdapat juga mycorrhizosfer yaitu kelompok fungi yang berkolonisasi di rhizosfer (lihat Gambar 3). Fungi yang mampu menstimulasi pertumbuhan tanaman melalui interaksinya dengan akar tanaman dikelompokkan dalam plant growth promoting fungi (PGPF). PGPF berkolonisasi di mycorrhizosfer. Penelitian mengenai PGPF juga telah banyak dilakukan. Hasil penelitian Jogaiah et al (2013) mengemukakan bahwa PGPF diantaranya Penicillium chrysogenum, Phoma multirostrata, Trichoderma asperellum, Trichoderma atroviride, dan Trichoderma harzianum mampu melarutkan fosfat, memproduksi IAA, menghambat patogen Ralstonia solanacearum dan mampu berkolonisasi untuk memperluas area penyerapan sistem perakaran tanaman.

Mycosphere Mycorrhizosphere  Rhizosphere
Gambar 3. Sistem perakaran tanaman di horizon A
Sumber:



CENDAWAN MIKORIZA

1.     PENDAHULUAN

Latar Belakang
Mikoriza merupakan bentuk simbiosis mutualisme antara cendawan dengan akar tanaman. Secara umum, simbiosis mutualisme antara cendawan dengan akar tanaman adalah dalam hal suplai nutrisi. Cendawan mendapatkan suplai karbon dari tanaman sedangkan tanaman mendapatkan suplai mineral dari cendawan. Cendawan membantu sistem perakaran tanaman dalam memperluas area penyerapan nutrisi pada tanah dengan membentuk jalinan hifa ekstensif. Selain itu, cendawan juga berfungsi mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh patogen tanaman, seperti nematoda dan mikroba patogen. Cendawan mampu menyuburkan tanah dengan meningkatkan aktivitas mikroba tanah dan memperbaiki agregasi tanah, menghasilkan zat pemicu pertumbuhan tanaman, dan melindungi tanaman dari stres abiotik seperti kekeringan dan logam berat (Deacon 2006; Siddiqui dan Pichtel 2008).
Terdapat tujuh tipe mikoriza yaitu mikorizal arbuskular, ektomikoriza, ektendomikoriza, mikoriza arbutoid, mikoriza monotropoid, mikoriza erikoid, dan mikoriza anggrek. Mikorizal arbuskular dibentuk oleh cendawan Glomeromycota yang bersimbion obligat pada akar inang (Briophyta, Pteridophyta, Angiospermae, dan Gymnospermae). Ektomikoriza dibentuk oleh cendawan Ascomycota dan Basidiomycota yang bersifat saprofit namun aktivitasnya masih sangat rendah sehingga sumber karbon tetap diperoleh dari inangnya (Gymnospermae dan Angiospermae). Ektendomikoriza dibentuk oleh cendawan Basidiomycota, Ascomycota, dan Zygomycota yang bersimbiosis dengan inang (Gymnospermae dan Angiospermae), memiliki struktur yang mirip dengan ektomikoriza dan endomikoriza. Mikoriza arbutoid dibentuk oleh cendawan Basidiomycota yang bersimbiosis dengan inang Ericales. Mikoriza monotropoid dan mikoriza anggrek dibentuk oleh cendawan Basidiomycota dengan inang dari tanaman akloropilus. Cendawan Basidiomycota pada mikoriza anggrek dan mikoriza monotropoid memiliki kemampuan saprofit yang tinggi. Inang pada mikoriza monotropoid adalah Monotropoideae, sedangkan inang pada mikoriza anggrek adalah Orchidaceae. Mikoriza erikoid dibentuk oleh cendawan Ascomycota dengan inang Ericales dan Bryophyta (Siddiqui dan Pichtel 2008). Selain dibedakan dari jenis cendawan dan inang, ketujuh tipe mikoriza tersebut juga dibedakan berdasarkan kemampuan cendawan melakukan kolonisasi dan kemampuan cendawan dalam membentuk macam-macam modifikasi hifa seperti mantel, vesikel, hartig net, hifa coil, dan auxiliary cell.
Mikoriza dapat dibentuk diluar akar (tanah) maupun didalam akar. Mikoriza yang dibentuk diluar akar membentuk struktur somatik dan struktur reproduktif, sedangkan mikoriza yang dibentuk didalam akar hanya membentuk struktur somatik. Struktur somatik terdiri dari hifa dan modifikasi hifa sedangkan struktur reproduktif terdiri dari spora seksual dan spora aseksual. Berdasarkan hal tersebut maka pengamatan cendawan mikoriza dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengamatan pada jaringan akar dan pengamatan pada tanah (tempat tumbuh tanaman inangnya).
Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah mengenali simbiosis akar tanaman dengan cendawan mikoriza berdasarkan pengamatan perubahan morfologi akar, mengamati letak hifa dan macam-macam modifikasi hifa pada preparat akar hasil pewarnaan, dan mengamati spora mikoriza yang diisolasi dari tanah tempat tumbuh tanaman yang digunakan sebagai sampel.

2.      METODE
Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain akar tanaman Eucalyptus, cempaka, dan bayam hijau. Selain itu juga tanah yang diambil dari tempat tumbuh sampel tanaman yang digunakan. Bahan lainnya antara lain air, antibiotik, air gula steril, KOH, HCl, biru tripan, gliserol.

Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain tabung reaksi, waterbath, pinset, pipet tetes, beaker glass, cawan petri, botol falkon, sprayer, saringan spora berukuran 250 µm, 106 µm, dan 90 µm, sentrifuge, mikroskop cahaya dan mikroskop stereo. 

Prosedur Praktikum
Prosedur praktikum dibagi menjadi 4 tahap yaitu pengambilan sampel yaitu akar tanaman dan tanah, pengamatan akar secara langsung menggunakan mikroskop stereo untuk melihat ada atau tidaknya perubahan morfologi akar, pewarnaan akar untuk melihat hifa dan modifikasi hifa, dan penyaringan spora.

Pengambilan Sampel
Sampel tanaman yang digunakan dalam praktikum ini adalah akar tanaman Eucalyptus, cempaka, dan bayam hijau. Sampel tanaman diambil dikebun IPB. Akar dan tanah pada kedalaman 10 cm dari masing-masing tanaman tersebut diambil kemudian dimasukkan kedalam kantong plastik hitam lalu disimpan dalam ruang berAC agar tetap lembab.
Pengamatan Akar
Sampel akar dari masing-masing tanaman diamati secara langsung menggunakan mikroskop stereo untuk melihat ada atau tidaknya perubahan morfologi akar. Apabila terdapat perubahan morfologi akar maka dapat dipastikan bahwa akar bersimbiosis dengan ektomikoriza. Apabila tidak terdapat perubahan morfologi akar maka dilakukan pewarnaan akar.

Pewarnaan Akar
Sampel akar dari masing-masing tanaman dicuci dengan air mengalir sampai bersih, kemudian masing-masing sampel akar dimasukkan kedalam tabung reaksi lalu ditambah KOH sampai akar terendam. Selanjutnya dilakukan pemanasan sampai 15 menit pada waterbath. Setelah itu, akar dicuci lagi dengan air mengalir kemudian ditambah HCl sampai akar terendam dan inkubasi selama 15 menit. Selanjutnya HCl dibuang sedangkan akar direndam dengan biru tripan selama 30 menit. Setelah 30 menit, akar direndam dengan gliserol untuk selanjutnya diamati dan dapat disimpan. Pengamatan dilakukan terhadap struktur-struktur cendawan mikoriza seperti hifa intraseluler, hifa intraseluler, vesikel, arbuskul, hifa koil, dan entry point. Selanjutnya dilakukan penghitungan persentase kolonisasi cendawan mikoriza pada 5 potong akar, dengan rumus sebagai berikut.
Kolonisasi (%) =
Penyaringan Spora
Sampel tanah sebanyak 50 gram dilarutkan dalam air kran 250 mL kemudian diaduk selama 1 menit lalu disaring dengan saringan bertingkat yaitu 250 µm, 160 µm, dan 100 µm. Hasil penyaringan pada saringan 100 µm dimasukkan kedalam botol falcon kemudian di sentrifugasi 2000 rpm selama 15 menit. Supernatan dibuang, sedangkan pelet ditambah dengan air gula steril sebanyak 25 mL kemudian di sentrifugasi 200 rpm selama 25 menit. Supernatan dibuang sedangkan pelet dipindahkan kedalam cawan petri kemudian ditambah antibiotik sebanyak kurang lebih 5 mL dengan konsentrasi 100 ppm lalu disimpan dalam kulkas. Pengamatan spora dilakukan menggunakan mikroskop stereo dan cahaya.


3.      HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada praktikum ini diperoleh hasil dari pengamatan akar, pewarnaan akar, dan penyaringan spora. Sampel yang digunakan dalam praktikum ini adalah akar tanaman Eucalyptus, akar tanaman cempaka, dan akar tanaman bayam hijau. Eucalyptus, cempaka, dan bayam hijau merupakan anggota dari taksa angiospermae. Berdasarkan hal tersebut maka dimungkinkan tipe mikorizal pada sampel tanaman tersebut adalah mikorizal arbuskular, ektomikoriza, atau ektendomikoriza.
Hasil Pengamatan Akar
Pengamatan akar dilakukan secara langsung menggunakan mikroskop stereo. Pengamatan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui ada tidaknya perubahan morfologi pada akar. Apabila terdapat perubahan morfologi pada akar maka dapat dikatakan akar bersimbiosis dengan ektomikoriza. Gambar 1 menunjukkan hasil pengamatan akar Eucalyptus yang mengalami perubahan morfologi. Adanya perubahan morfologi pada akar Eucalyptus menunjukkan bahwa akar Eucalyptus bersimbiosis dengan cendawan ektomikoriza. 


Gambar 1. Perubahan morfologi akar Eucalyptus. Sumber: dokumen pribadi

Cendawan ektomikoriza bersimbiosis dengan akar tanaman dengan membentuk mantel yaitu jalinan hifa yang menutupi akar. Mantel cendawan mikoriza memiliki dua tipe yaitu plectenchymatous dan pseudoparenchymatous. Mantel plectenchymatous terdiri dari hifa yang dapat dilihat dan jalinan hifa longgar, sedangkan mantel pseudoparenchymatous memiliki hifa yang tidak dapat dilihat dengan jelas karena tersusun rapat seperti jaringan parenkim (Suz et al. 2008). Selain itu, cendawan ektomikoriza memiliki rhizomorf yang merupakan modifikasi hifa dan berfungsi sebagai alat penetrasi pada substrat tumbuh. Cendawan ektomikoriza juga menunjukkan ciri yaitu penjorokan hifa kearah tanah yang berfungsi memperluas area penyerapan nutrisi, dan hartig net yaitu hifa yang berkembang diantara sel pada jaringan akar.
Pembentukan hartig net pada Angiospermae dan Gymnospermae berbeda. Pembentukan hartig net pada Angiospermae hanya pada sel epidermis (disebut radial elongation of epidermis cell) sedangkan pembentukan hartig net pada Gymnospermae dapat mencapai sel korteks (disebut cortical hartig net). Perkembangan hifa dalam membentuk hartig net pada sel epidermis maupun sel korteks adalah secara interseluler. Berdasarkan kemampuannya dalam mengkolonisasi sel epidermis, hartig net dibedakan menjadi dua tipe yaitu para-epidermal dan peri-epidermal. Para-epidermal artinya terdapat bagian sel epidermis yang tidak ditutupi oleh hartig net, sedangkan per-epidermal artinya semua bagian sel epidermis tertutupi oleh hartig net (Brundrett et al. 1996).
Pada praktikum ini tidak diamati tipe mantel dan kedalaman hartig net dalam mengkolonisasi akar. Pengamatan ektomikoriza dikenali berdasarkan perubahan morfologi akar yang diameternya menjadi lebih besar, bercabang, warna berubah akibat diselubungi hifa, dan terdapat hifa yang menjorok keluar sebagai alat untuk memperluas area penyerapan nutrisi didalam tanah. Hifa ektomikoriza merupakan hifa interseluler yaitu hifa yang berkolonisasi diantara sel. 
Hifa cendawan ektomikoriza yang menjorok keluar dapat mengeluarkan eksudat salah satunya karbon sebagai sumber nutrisi bagi mikroorganisme tanah. Simbiosis ektomikoriza membantu dalam pelarutan fosfat didalam tanah kemudian mentranslokasikan kedalam jaringan akar. Ektomikoriza mampu melarutkan fosfat dari material organik dan mineral melalui produksi asam organik dan enzim fosfatase. Kebanyakan tanaman hutan bersimbiosis dengan ektomikoriza. Selain memberikan nutrisi bagi tanaman inang, cendawan ektomikoriza juga mampu menghasilkan zat pemicu pertumbuhan tanaman dan melindungi tanaman dari nematoda, parasit, patogen tanah, dan stres abiotik. Tanaman akan lebih mudah bertahan hidup jika bersimbiosis dengan cendawan (Koltai dan Kapulnik 2010; Siddiqui dan Pichtel 2008)
Berbeda dengan akar Eucalyptus, akar cempaka dan akar bayam hijau tidak menunjukkan perubahan morfologi akar, Gambar 2a menunjukkan morfologi akar  cempaka dan Gambar  2b menunjukkan morfologi akar bayam hijau.  Tidak adanya perubahan morfologi akar pada cempaka maupun bayam hijau mengindikasikan bahwa tipe mikorizal pada kedua sampel tersebut adalah mikorizal arbuskular atau ektendomikoriza. Oleh sebab itu pada sampel akar cempaka dan bayam hijau perlu dilakukan pengamatan lebih lanjut melalui pewarnaan akar.


Gambar 2. a. Morfologi akar cempaka. b. Morfologi akar bayam hijau.
                 Sumber: dokumen pribadi

Hasil Pewarnaan Akar
Akar yang bersimbiosis dengan cendawan mikorizal arbuskular tidak menunjukkan tanda adanya infeksi dibagian luar akar. Sebaliknya akar terlihat normal dan kolonisasi cendawan didalam jaringan akar dapat dilihat dengan teknik khusus. Metode yang umum digunakan adalah merendam akar didalam larutan basa kuat untuk merusak sel dan menghilangkan protoplasma, kemudian akar direndam dalam pewarna cendawan. Pada praktikum ini menggunakan pewarna biru tripan.
Cendawan melakukan kolonisasi dibagian sel korteks pada akar. Pada sel korteks akan terlihat hifa dan beberapa modifikasi hifa cendawan yang terwarnai dengan biru tripan. Gambar 3 menunjukkan hasil pewarnaan akar Eucalyptus, sel korteks pada akar Eucalyptus tidak menunjukkan adanya hifa maupun modifikasi hifa cendawan mikoriza. Hal tersebut didukung dari hasil pengamatan akar secara langsung yang menunjukkan bahwa akar Eucalyptus bersimbiosis dengan ektomikoriza sehingga kolonisasinya hanya diluar akar atau menyelubungi akar dan di rhizosfer. Seharusnya untuk mantel dan hartig net pada cendawan ektomikoriza diamati, namun pada praktikum ini tidak diamati.


Gambar 3. Sel korteks akar Eucalyptus. Sumber: dokumen pribadi

Berbeda dengan akar Eucalyptus, akar cempaka tidak bersimbiosis dengan ektomikoriza. Gambar 4 menunjukkan hasil pewarnaan akar cempaka, pada sel korteks akar cempaka menujukkan adanya hifa aseptat. Hifa mengkolonisasi sel secara intraseluler dan interseluler.


Gambar 4. Kolonisasi hifa pada sel korteks akar cempaka. a. hifa interseluler, b. hifa intraseluler. Sumber: dokumen pribadi

Berdasarkan adanya hifa yang mengkolonisasi akar secara intraseluler dan interseluler pada bagian sel korteks akar maka dapat diasumsikan sementara bahwa tipe mikoriza pada akar tanaman cempaka adalah mikorizal arbuskular atau ektendomikoriza. Oleh karena itu perlu dilakukan pengamatan lebih lanjut terhadap sturktur yang lain agar dapat diketahui tipe mikorizanya. Gambar 5 menunjukkan adanya vesikel pada sel korteks akar cempaka. Adanya vesikel menujukkan bahwa tipe mikoriza pada akar cempaka adalah mikorizal arbuskular. Tipe ektendomikoriza tidak membentuk vesikel. Vesikel bukan merupakan ciri utama mikorizal arbuskular. Satu ciri yang pasti menguatkan tipe mikorizal arbuskular adalah adanya struktur arbuskul. Cendawan mikorizal arbuskular selalu membentuk struktur arbuskul, sedangkan vesikel hanya dibentuk oleh 80% cendawan mikorizal arbuskular (Sally dan David 2008). Pada pengamatan tidak ditemukan adanya arbuskul, dimungkinkan arbuskul pada bahan yang diamati telah mengalami degenerasi, namun belum mengalami pembentukan arbuskul yang baru. Deacon (2006) menyatakan bahwa arbuskula hanya hidup dalam waktu relatif singkat yaitu 2-3 minggu selanjutnya akan mengalami degenarasi.


Gambar 5. Vesikel. Sumber: dokumen pribadi

Mikorizal arbuskular merupakan tipe mikoriza yang memiliki kisaran inang luas dan cendawan bersimbiosis secara obligat, yaitu tidak dapat dikulturkan tanpa inang. Simbiosisnya adalah biotropik dan mutualisme, kaitannya dengan transfer nutrisi antar simbion dan perlindungan dari faktor abiotik. Cendawan mikorizal arbuskular selalu tumbuh diantara sel korteks akar dan sering (tidak selalu) membentuk vesikel yaitu struktur hifa yang menggembung yang berfungsi sebagai penyimpan makanan. Dinamakan arbuskular karena terdapat struktur arbuskul yang terdapat didalam sel korteks akar tanaman. Arbuskul merupakan hifa yang mampu melakukan penetrasi pada sel korteks akar dan membentuk percabangan dikotom. Penetrasi oleh hifa tersebut tidak menyebabkan kematian sel korteks, sebaliknya arbuskula menjadi media pertukaran nutrisi antara cendawan dengan sel akar (Deacon 2006; Sally dan David 2008). Struktur internal fungi mikoriza arbuskular dibagi menjadi dua kelompok yaitu tipe arum dan tipe paris. Perbedaan tipe arum dan paris dibedakan berdasarkan dominansi hifa interseluler dan arbuskula yang terbentuk. Pada tipe arum, arbuskula terbentuk secara terminal didalam sel korteks akar dari hifa yang tumbuh secara longitudinal diantara sel-sel korteks akar, sedangkan pada tipe paris, arbuskula terbentuk secara interkalar pada hifa koil didalam sel korteks akar. Pada tipe arum, arbuskula tidak membentuk percabanagan dikotom dan hifa koil tidak seinsentif ditipe paris, sedangkan arbuskula pada tipe paris membentuk percabangan dikotom
Mikorizal arbuskular memiliki 3 komponen penting yaitu akar, struktur cendawan didalam atau diantara sel akar dan miselium ektraradikal (miselium yang menjorok keluar akar kearah tanah). Miselium ektraradikal cendawan mikorizal arbuskular memungkinkan untuk tumbuh secara ektensif namun tidak membentuk miselium kompleks atau rhizomorf, atau struktur pseudoparenchymatous seperti pada tipe ektomikoriza (Sally dan David 2008).
Selain terdapat vesikel, terdapat juga struktur lain atau modifikasi hifa lain yaitu hifa coil, dapat dilihat pada Gambar 6. Berdasarkan hal tersebut dapat diasumsikan juga bahwa akar tanaman cempaka tidak membentuk arbuskul namun dalam simbiosisnya cukup dengan membentuk hifa coil.  Hifa coil dan arbuskula memiliki fungsi yang hampir sama yaitu untuk pertukaran nutrisi antara cendawan dengan sel akar tanaman. Perbedaan dari kedua struktur tersebut adalah arbuskula terletak interseluler sedangkan hifa coil terletak intraseluler, arbuskula terkadang berkembang dari hifa coil. Fungsi khusus hifa coil maupun arbuskul adalah transfer unsur fosfat ke sel tanaman (Sally dan David 2008).


Gambar 6. Hifa coil. Sumber: dokumen pribadi
Pengamatan selanjutnya adalah pengamatan terhadap pewarnaan akar bayam hijau. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terdapat hifa septat yang terletak intraseluler, dapat dilihat pada Gambar 7. Hal tersebut menunjukkan bahwa cendawan mikoriza yang mengkolonisasi akar tanaman bayam hijau bukan filum Glomeromycota dan Ascomycota, namun dari filum Ascomycota atau Basidiomycota. Oleh karena itu diasumsikan tipe mikorizanya adalah ektomikoriza atau ektendomikoriza. Akar bayam tidak mengalami perubahan morfologi akar (tidak terdapat mantel akar, hartig net, dan hifa ekstraradikal) sehingga tipe mikoriza pada akar bayam bukan merupakan tipe ektomikoriza.


Gambar 7. Hifa intraseluler. Sumber: dokumen pribadi
Tipe ektendomikoriza memiliki ciri membentuk hifa intraseluler, membentuk mantel akar, dan membentuk hartig net. Tipe mikoriza pada akar bayam hijau tidak dapat dikategorikan dalam ektendomikoriza hanya berdasarkan adanya hifa intraseluler. Adanya hifa intraseluler dan berseptat tersebut dapat dimungkinkan merupakan hifa dari cendawan endofit. Cendawan endofit merupakan cendawan yang mampu melakukan kolonisasi diseluruh bagian organ tanaman dan juga melakukan simbiosis dengan tanaman secara mutualisme. Berdasarkan hal tersebut dapat dinyatakan bahwa pada akar bayam hijau tidak terdapat kolonisasi cendawan mikoriza. Artinya, akar bayam hijau yang diamati merupakan non host. Eksudat akar yang dikeluarkan oleh tanaman non host mengandung senyawa inhibitor untuk perkecambahan spora cendawan mikoriza, sehingga tidak ada kolonisasi hifa cendawan mioriza diluar maupun didalam sel akar tanaman.
Berdasarkan beberapa struktur yang ditemukan dari hasil pengamatan, maka kolonisasi mikoriza  pada setiap sampel akar tanaman dapat dihitung persentasenya. Tabel 1 menunjukkan persentase kolonisasi mikoriza pada masing-masing sampel akar tanaman.
Tabel 1 Persentase kolonisasi mikoriza
Sampel
Struktur
Persentase kolonisasi mikoriza
Eucalyptus sp.
Hifa eksternal, mantel
60%
Cempaka
Ditemukan hifa interseluler, intraseluler, vesikel, hifa koil
40%
Bayam hijau
Tidak ditemukan
0%

Tabel 1 menunjukkan bahwa persentase kolonisasi mikoriza pada akar tanaman Eucalyptus sp lebih tinggi dibandingkan dengan kolonisasi mikoriza pada akar tanaman cempaka. Selain itu, dapat dinyatakan juga bahwa tanaman Eucalyptus sp. dan cempaka merupakan host bagi cendawan mikoriza sedangkan tanaman bayam hijau merupakan non host bagi cendawan mikoriza. Hal tersebut didasarkan pada tidak adanya struktur cendawan mikoriza yang ditemukan pada akar bayam hijau.

Hasil Penyaringan dan Pengamatan Spora
Cendawan mikoriza yang terdapat di rhizosfer dapat menunjukkan dua struktur yaitu struktur somatik dan struktur reproduktif. Struktur reproduktif cendawan dapat berupa spora seksual maupun spora aseksual. Spora yang dibentuk oleh cendawan mikorizal arbuskular ukurannya sangat besar dan diameter spora mencapai 500 µm. berdasarkan hal tersebut, spora cendawan mikorizal arbuskular dapat diisolasi dengan metode penyaringan. Setelah disaring, spora dapat diamati dengan menggunakan mikroskop stereo maupun binokuler. Gambar 8  A dan B menunjukkan hasil pengamatan spora yang berhasil diisolasi dari sampel tanah tempat tumbuh tanaman Eucalyptus sp. dan cempaka. Pada praktikum ini tidak diperoleh spora dari sampel tanah tempat tumbuh tanaman bayam hijau.



  
Gambar 8 Hasil isolasi spora dari sampel tanah. A spora pada tanah tanaman Eucalyptus sp. B spora pada tanah tanaman cempaka. Sumber: dokumen pribadi.

Gambar 8 merupakan spora yang diamati dengan menggunakan mikroskop stereo. Ukuran spora terlihat besar dan warna spora terlihat berwarna kuning, oranye, sampai merah bata. Selanjutnya beberapa spora tersebut diambil untuk diamati menggunakan mikroskop binokuler. Adapun hasil pengamatan dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10.  

 

Gambar 9 Spora hasil isolasi dari tanah tanaman Eucalyptus sp. Sumber: dokumen pribadi.

            Spora yang berhasil diisolasi dari tanah tempat tumbuh tanaman Eucalyptus sp. memiliki ciri berwarna kuning, bentuk globose, halus atau tidak memiliki ornamentasi, terdapat subtending hyphae yang tidak membengkak. Berdasarkan ciri tersebut, dimungknkan spora yang berhasil diisolasi adalah genus Glomus. Berdasarkan Brundrett et al  (1996), spora Glomus memiliki struktur yang simpel yang terbentuk dari hifa yang mengalami pembengkakan. Spora Glomus disebut juga klamidospora, dinding spora tebal dan tersusun dari satu sampai beberapa lapis.


Gambar 10 Spora hasil isolasi dari tanah tanaman cempaka. Sumber: dokumen pribadi.

Gambar 10 menunjukkan spora yang berhasil diisolasi dari tanah tempat tumbuh tanaman cempaka. Spora  berwarna merah bata, bentuk globose, halus atau tidak memiliki ornamentasi, terdapat subtending hyphae yang tidak membengkak. Berdasarkan ciri tersebut dimungkinkan spora merupakan genus Glomus.
Spora cendawan mikoriza memiliki dinding spora tebal, mengandung lipid yang tinggi, karbohidrat, kitin, dan beberapa β 1-3 glukan (Koltai dan Kapulnik 2010). Deskripsi lengkap terhadap spora dari cendawan arbuskular sangat diperlukan untuk proses identifikasi sampai tingkat spesies. Deskripsi lengkap tersebut meliputi perkembangan spora, struktur spora, hifa eksternal, warna spora, tekstur permukaan spora, ukuran spora, bentuk spora, subtending hyphae, content, lapisan dinding spora, dan proses perkecambahan spora. Berdasarkan karakter tersebut, maka genus spora dapat dibedakan menjadi 5 genus yaitu Glomus, Scutelospora, Gigaspora, Acaulospora, dan Enthrospora. Scutelospora dan Gigaspora dibedakan berdasarkan tempat perkecambahan spora, sedangkan Acaulospora, dan Enthrospora dibedakan berdasarkan perkembangan spora terhadap sel induk spora (Brundrett et al. 1996).

4.      SIMPULAN
Simpulan dari praktikum ini adalah akar tanaman Eucalyptus sp. bersimbiosis dengan cendawan ektomikoriza, akar tanaman cempaka bersimbiosis dengan cendawan arbuskular, dan akar tanaman bayam hijau tidak bersimbiosis dengan cendawan mikoriza.