1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mikoriza
merupakan bentuk simbiosis mutualisme antara cendawan dengan akar tanaman.
Secara umum, simbiosis mutualisme antara cendawan dengan akar tanaman adalah
dalam hal suplai nutrisi. Cendawan mendapatkan suplai karbon dari tanaman
sedangkan tanaman mendapatkan suplai mineral dari cendawan. Cendawan membantu
sistem perakaran tanaman dalam memperluas area penyerapan nutrisi pada tanah
dengan membentuk jalinan hifa ekstensif. Selain itu, cendawan juga berfungsi
mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh patogen tanaman, seperti nematoda
dan mikroba patogen. Cendawan mampu menyuburkan tanah dengan meningkatkan
aktivitas mikroba tanah dan memperbaiki agregasi tanah, menghasilkan zat pemicu
pertumbuhan tanaman, dan melindungi tanaman dari stres abiotik seperti
kekeringan dan logam berat (Deacon 2006; Siddiqui dan Pichtel 2008).
Terdapat tujuh
tipe mikoriza yaitu mikorizal arbuskular, ektomikoriza, ektendomikoriza,
mikoriza arbutoid, mikoriza monotropoid, mikoriza erikoid, dan mikoriza
anggrek. Mikorizal arbuskular dibentuk oleh cendawan Glomeromycota yang
bersimbion obligat pada akar inang (Briophyta, Pteridophyta, Angiospermae, dan
Gymnospermae). Ektomikoriza dibentuk oleh cendawan Ascomycota dan Basidiomycota
yang bersifat saprofit namun aktivitasnya masih sangat rendah sehingga sumber
karbon tetap diperoleh dari inangnya (Gymnospermae dan Angiospermae).
Ektendomikoriza dibentuk oleh cendawan Basidiomycota, Ascomycota, dan
Zygomycota yang bersimbiosis dengan inang (Gymnospermae dan Angiospermae),
memiliki struktur yang mirip dengan ektomikoriza dan endomikoriza. Mikoriza
arbutoid dibentuk oleh cendawan Basidiomycota yang bersimbiosis dengan inang
Ericales. Mikoriza monotropoid dan mikoriza anggrek dibentuk oleh cendawan
Basidiomycota dengan inang dari tanaman akloropilus. Cendawan Basidiomycota
pada mikoriza anggrek dan mikoriza monotropoid memiliki kemampuan saprofit yang
tinggi. Inang pada mikoriza monotropoid adalah Monotropoideae, sedangkan inang
pada mikoriza anggrek adalah Orchidaceae. Mikoriza erikoid dibentuk oleh
cendawan Ascomycota dengan inang Ericales dan Bryophyta (Siddiqui dan Pichtel
2008). Selain dibedakan dari jenis cendawan dan inang, ketujuh tipe mikoriza
tersebut juga dibedakan berdasarkan kemampuan cendawan melakukan kolonisasi dan
kemampuan cendawan dalam membentuk macam-macam modifikasi hifa seperti mantel,
vesikel, hartig net, hifa coil, dan auxiliary cell.
Mikoriza dapat
dibentuk diluar akar (tanah) maupun didalam akar. Mikoriza yang dibentuk diluar
akar membentuk struktur somatik dan struktur reproduktif, sedangkan mikoriza
yang dibentuk didalam akar hanya membentuk struktur somatik. Struktur somatik
terdiri dari hifa dan modifikasi hifa sedangkan struktur reproduktif terdiri
dari spora seksual dan spora aseksual. Berdasarkan hal tersebut maka pengamatan
cendawan mikoriza dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengamatan pada
jaringan akar dan pengamatan pada tanah (tempat tumbuh tanaman inangnya).
Tujuan
Tujuan dari praktikum
ini adalah mengenali simbiosis akar tanaman dengan cendawan mikoriza
berdasarkan pengamatan perubahan morfologi akar, mengamati letak hifa dan
macam-macam modifikasi hifa pada preparat akar hasil pewarnaan, dan mengamati
spora mikoriza yang diisolasi dari tanah tempat tumbuh tanaman yang digunakan
sebagai sampel.
2.
METODE
Bahan
Bahan yang digunakan
dalam praktikum ini antara lain akar tanaman Eucalyptus, cempaka, dan bayam hijau. Selain itu juga tanah yang
diambil dari tempat tumbuh sampel tanaman yang digunakan. Bahan lainnya antara
lain air, antibiotik, air gula steril, KOH, HCl, biru tripan, gliserol.
Alat
Alat yang digunakan
dalam praktikum ini antara lain tabung reaksi, waterbath, pinset, pipet tetes, beaker glass, cawan petri, botol
falkon, sprayer, saringan spora berukuran 250 µm, 106 µm, dan 90 µm,
sentrifuge, mikroskop cahaya dan mikroskop stereo.
Prosedur
Praktikum
Prosedur praktikum
dibagi menjadi 4 tahap yaitu pengambilan sampel yaitu akar tanaman dan tanah,
pengamatan akar secara langsung menggunakan mikroskop stereo untuk melihat ada
atau tidaknya perubahan morfologi akar, pewarnaan akar untuk melihat hifa dan
modifikasi hifa, dan penyaringan spora.
Pengambilan
Sampel
Sampel
tanaman yang digunakan dalam praktikum ini adalah akar tanaman Eucalyptus, cempaka, dan bayam hijau. Sampel
tanaman diambil dikebun IPB. Akar dan tanah pada kedalaman 10 cm dari
masing-masing tanaman tersebut diambil kemudian dimasukkan kedalam kantong
plastik hitam lalu disimpan dalam ruang berAC agar tetap lembab.
Pengamatan
Akar
Sampel akar dari
masing-masing tanaman diamati secara langsung menggunakan mikroskop stereo
untuk melihat ada atau tidaknya perubahan morfologi akar. Apabila terdapat perubahan
morfologi akar maka dapat dipastikan bahwa akar bersimbiosis dengan
ektomikoriza. Apabila tidak terdapat perubahan morfologi akar maka dilakukan
pewarnaan akar.
Pewarnaan
Akar
Sampel
akar dari masing-masing tanaman dicuci dengan air mengalir sampai bersih,
kemudian masing-masing sampel akar dimasukkan kedalam tabung reaksi lalu
ditambah KOH sampai akar terendam. Selanjutnya dilakukan pemanasan sampai 15
menit pada waterbath. Setelah itu,
akar dicuci lagi dengan air mengalir kemudian ditambah HCl sampai akar terendam
dan inkubasi selama 15 menit. Selanjutnya HCl dibuang sedangkan akar direndam
dengan biru tripan selama 30 menit. Setelah 30 menit, akar direndam dengan
gliserol untuk selanjutnya diamati dan dapat disimpan. Pengamatan dilakukan
terhadap struktur-struktur cendawan mikoriza seperti hifa intraseluler, hifa
intraseluler, vesikel, arbuskul, hifa koil, dan entry point. Selanjutnya dilakukan penghitungan persentase
kolonisasi cendawan mikoriza pada 5 potong akar, dengan rumus sebagai berikut.
Kolonisasi
(%) =
Penyaringan
Spora
Sampel tanah sebanyak
50 gram dilarutkan dalam air kran 250 mL kemudian diaduk selama 1 menit lalu
disaring dengan saringan bertingkat yaitu 250 µm, 160 µm, dan 100 µm. Hasil
penyaringan pada saringan 100 µm dimasukkan kedalam botol falcon kemudian di
sentrifugasi 2000 rpm selama 15 menit. Supernatan dibuang, sedangkan pelet
ditambah dengan air gula steril sebanyak 25 mL kemudian di sentrifugasi 200 rpm
selama 25 menit. Supernatan dibuang sedangkan pelet dipindahkan kedalam cawan
petri kemudian ditambah antibiotik sebanyak kurang lebih 5 mL dengan konsentrasi
100 ppm lalu disimpan dalam kulkas. Pengamatan spora dilakukan menggunakan
mikroskop stereo dan cahaya.
3.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Pada
praktikum ini diperoleh hasil dari pengamatan akar, pewarnaan akar, dan
penyaringan spora. Sampel yang digunakan dalam praktikum ini adalah akar
tanaman Eucalyptus, akar tanaman
cempaka, dan akar tanaman bayam hijau. Eucalyptus,
cempaka, dan bayam hijau merupakan anggota dari taksa angiospermae.
Berdasarkan hal tersebut maka dimungkinkan tipe mikorizal pada sampel tanaman
tersebut adalah mikorizal arbuskular, ektomikoriza, atau ektendomikoriza.
Hasil
Pengamatan Akar
Pengamatan akar
dilakukan secara langsung menggunakan mikroskop stereo. Pengamatan dilakukan
dengan tujuan untuk mengetahui ada tidaknya perubahan morfologi pada akar.
Apabila terdapat perubahan morfologi pada akar maka dapat dikatakan akar
bersimbiosis dengan ektomikoriza. Gambar 1 menunjukkan hasil pengamatan akar Eucalyptus yang mengalami perubahan
morfologi. Adanya perubahan morfologi pada akar Eucalyptus menunjukkan bahwa akar Eucalyptus bersimbiosis dengan cendawan ektomikoriza.
Gambar 1. Perubahan morfologi akar Eucalyptus. Sumber: dokumen pribadi
Cendawan ektomikoriza
bersimbiosis dengan akar tanaman dengan membentuk mantel yaitu jalinan hifa
yang menutupi akar. Mantel cendawan mikoriza memiliki dua tipe yaitu plectenchymatous dan pseudoparenchymatous. Mantel plectenchymatous terdiri dari hifa yang
dapat dilihat dan jalinan hifa longgar, sedangkan mantel pseudoparenchymatous memiliki hifa yang tidak dapat dilihat dengan
jelas karena tersusun rapat seperti jaringan parenkim (Suz et al. 2008). Selain itu, cendawan ektomikoriza memiliki rhizomorf
yang merupakan modifikasi hifa dan berfungsi sebagai alat penetrasi pada
substrat tumbuh. Cendawan ektomikoriza juga menunjukkan ciri yaitu penjorokan
hifa kearah tanah yang berfungsi memperluas area penyerapan nutrisi, dan hartig net yaitu hifa yang berkembang
diantara sel pada jaringan akar.
Pembentukan hartig net pada Angiospermae dan
Gymnospermae berbeda. Pembentukan hartig
net pada Angiospermae hanya pada sel epidermis (disebut radial elongation of epidermis cell) sedangkan
pembentukan hartig net pada
Gymnospermae dapat mencapai sel korteks (disebut cortical hartig net). Perkembangan hifa dalam membentuk hartig net pada sel epidermis maupun sel
korteks adalah secara interseluler. Berdasarkan kemampuannya dalam
mengkolonisasi sel epidermis, hartig net
dibedakan menjadi dua tipe yaitu para-epidermal dan peri-epidermal.
Para-epidermal artinya terdapat bagian sel epidermis yang tidak ditutupi oleh hartig net, sedangkan per-epidermal
artinya semua bagian sel epidermis tertutupi oleh hartig net (Brundrett et al. 1996).
Pada praktikum ini
tidak diamati tipe mantel dan kedalaman hartig
net dalam mengkolonisasi akar. Pengamatan ektomikoriza dikenali berdasarkan
perubahan morfologi akar yang diameternya menjadi lebih besar, bercabang, warna
berubah akibat diselubungi hifa, dan terdapat hifa yang menjorok keluar sebagai
alat untuk memperluas area penyerapan nutrisi didalam tanah. Hifa ektomikoriza
merupakan hifa interseluler yaitu hifa yang berkolonisasi diantara sel.
Hifa cendawan
ektomikoriza yang menjorok keluar dapat mengeluarkan eksudat salah satunya
karbon sebagai sumber nutrisi bagi mikroorganisme tanah. Simbiosis ektomikoriza
membantu dalam pelarutan fosfat didalam tanah kemudian mentranslokasikan
kedalam jaringan akar. Ektomikoriza mampu melarutkan fosfat dari material
organik dan mineral melalui produksi asam organik dan enzim fosfatase.
Kebanyakan tanaman hutan bersimbiosis dengan ektomikoriza. Selain memberikan
nutrisi bagi tanaman inang, cendawan ektomikoriza juga mampu menghasilkan zat
pemicu pertumbuhan tanaman dan melindungi tanaman dari nematoda, parasit,
patogen tanah, dan stres abiotik. Tanaman akan lebih mudah bertahan hidup jika
bersimbiosis dengan cendawan (Koltai dan Kapulnik 2010; Siddiqui
dan Pichtel 2008).
Berbeda
dengan akar Eucalyptus, akar cempaka
dan akar bayam hijau tidak menunjukkan perubahan morfologi akar, Gambar 2a
menunjukkan morfologi akar cempaka dan
Gambar 2b menunjukkan morfologi akar
bayam hijau. Tidak adanya perubahan
morfologi akar pada cempaka maupun bayam hijau mengindikasikan bahwa tipe
mikorizal pada kedua sampel tersebut adalah mikorizal arbuskular atau
ektendomikoriza. Oleh sebab itu pada sampel akar cempaka dan bayam hijau perlu
dilakukan pengamatan lebih lanjut melalui pewarnaan akar.
Gambar 2. a. Morfologi akar cempaka. b. Morfologi akar bayam
hijau.
Sumber: dokumen pribadi
Hasil
Pewarnaan Akar
Akar yang bersimbiosis
dengan cendawan mikorizal arbuskular tidak menunjukkan tanda adanya infeksi
dibagian luar akar. Sebaliknya akar terlihat normal dan kolonisasi cendawan
didalam jaringan akar dapat dilihat dengan teknik khusus. Metode yang umum
digunakan adalah merendam akar didalam larutan basa kuat untuk merusak sel dan
menghilangkan protoplasma, kemudian akar direndam dalam pewarna cendawan. Pada
praktikum ini menggunakan pewarna biru tripan.
Cendawan
melakukan kolonisasi dibagian sel korteks pada akar. Pada sel korteks akan
terlihat hifa dan beberapa modifikasi hifa cendawan yang terwarnai dengan biru
tripan. Gambar 3 menunjukkan hasil pewarnaan akar Eucalyptus, sel korteks pada akar Eucalyptus tidak menunjukkan adanya hifa maupun modifikasi hifa
cendawan mikoriza. Hal tersebut didukung dari hasil pengamatan akar secara
langsung yang menunjukkan bahwa akar Eucalyptus
bersimbiosis dengan ektomikoriza sehingga kolonisasinya hanya diluar akar
atau menyelubungi akar dan di rhizosfer. Seharusnya untuk mantel dan hartig net pada cendawan ektomikoriza
diamati, namun pada praktikum ini tidak diamati.
Gambar
3. Sel korteks akar Eucalyptus. Sumber:
dokumen pribadi
Berbeda
dengan akar Eucalyptus, akar cempaka
tidak bersimbiosis dengan ektomikoriza. Gambar 4 menunjukkan hasil pewarnaan
akar cempaka, pada sel korteks akar cempaka menujukkan adanya hifa aseptat.
Hifa mengkolonisasi sel secara intraseluler dan interseluler.
Gambar
4. Kolonisasi hifa pada sel korteks akar cempaka. a. hifa interseluler, b. hifa
intraseluler. Sumber: dokumen pribadi
Berdasarkan adanya hifa
yang mengkolonisasi akar secara intraseluler dan interseluler pada bagian sel
korteks akar maka dapat diasumsikan sementara bahwa tipe mikoriza pada akar
tanaman cempaka adalah mikorizal arbuskular atau ektendomikoriza. Oleh karena itu
perlu dilakukan pengamatan lebih lanjut terhadap sturktur yang lain agar dapat
diketahui tipe mikorizanya. Gambar 5 menunjukkan adanya vesikel pada sel
korteks akar cempaka. Adanya vesikel menujukkan bahwa tipe mikoriza pada akar
cempaka adalah mikorizal arbuskular. Tipe ektendomikoriza tidak membentuk
vesikel. Vesikel bukan merupakan ciri utama mikorizal arbuskular. Satu ciri
yang pasti menguatkan tipe mikorizal arbuskular adalah adanya struktur
arbuskul. Cendawan mikorizal arbuskular selalu membentuk struktur arbuskul,
sedangkan vesikel hanya dibentuk oleh 80% cendawan mikorizal arbuskular (Sally
dan David 2008). Pada pengamatan tidak ditemukan adanya arbuskul, dimungkinkan
arbuskul pada bahan yang diamati telah mengalami degenerasi, namun belum mengalami
pembentukan arbuskul yang baru. Deacon (2006) menyatakan bahwa arbuskula hanya
hidup dalam waktu relatif singkat yaitu 2-3 minggu selanjutnya akan mengalami
degenarasi.
Gambar
5. Vesikel. Sumber: dokumen pribadi
Mikorizal arbuskular
merupakan tipe mikoriza yang memiliki kisaran inang luas dan cendawan
bersimbiosis secara obligat, yaitu tidak dapat dikulturkan tanpa inang.
Simbiosisnya adalah biotropik dan mutualisme, kaitannya dengan transfer nutrisi
antar simbion dan perlindungan dari faktor abiotik. Cendawan mikorizal
arbuskular selalu tumbuh diantara sel korteks akar dan sering (tidak selalu)
membentuk vesikel yaitu struktur hifa yang menggembung yang berfungsi sebagai
penyimpan makanan. Dinamakan arbuskular karena terdapat struktur arbuskul yang
terdapat didalam sel korteks akar tanaman. Arbuskul merupakan hifa yang mampu
melakukan penetrasi pada sel korteks akar dan membentuk percabangan dikotom.
Penetrasi oleh hifa tersebut tidak menyebabkan kematian sel korteks, sebaliknya
arbuskula menjadi media pertukaran nutrisi antara cendawan dengan sel akar
(Deacon 2006; Sally dan David 2008). Struktur internal fungi mikoriza
arbuskular dibagi menjadi dua kelompok yaitu tipe arum dan tipe paris.
Perbedaan tipe arum dan paris dibedakan berdasarkan dominansi hifa interseluler
dan arbuskula yang terbentuk. Pada tipe arum, arbuskula terbentuk secara
terminal didalam sel korteks akar dari hifa yang tumbuh secara longitudinal
diantara sel-sel korteks akar, sedangkan pada tipe paris, arbuskula terbentuk
secara interkalar pada hifa koil didalam sel korteks akar. Pada tipe arum,
arbuskula tidak membentuk percabanagan dikotom dan hifa koil tidak seinsentif
ditipe paris, sedangkan arbuskula pada tipe paris membentuk percabangan dikotom
Mikorizal arbuskular
memiliki 3 komponen penting yaitu akar, struktur cendawan didalam atau diantara
sel akar dan miselium ektraradikal (miselium yang menjorok keluar akar kearah
tanah). Miselium ektraradikal cendawan mikorizal arbuskular memungkinkan untuk
tumbuh secara ektensif namun tidak membentuk miselium kompleks atau rhizomorf,
atau struktur pseudoparenchymatous
seperti pada tipe ektomikoriza (Sally dan David 2008).
Selain
terdapat vesikel, terdapat juga struktur lain atau modifikasi hifa lain yaitu
hifa coil, dapat dilihat pada Gambar
6. Berdasarkan hal tersebut dapat
diasumsikan juga bahwa akar tanaman cempaka tidak membentuk arbuskul namun
dalam simbiosisnya cukup dengan membentuk hifa coil. Hifa coil
dan arbuskula memiliki fungsi yang hampir sama yaitu untuk pertukaran nutrisi
antara cendawan dengan sel akar tanaman. Perbedaan dari kedua struktur tersebut
adalah arbuskula terletak interseluler sedangkan hifa coil terletak intraseluler, arbuskula terkadang berkembang dari
hifa coil. Fungsi khusus hifa coil maupun arbuskul adalah transfer
unsur fosfat ke sel tanaman (Sally dan David 2008).
Gambar
6. Hifa coil. Sumber: dokumen pribadi
Pengamatan selanjutnya
adalah pengamatan terhadap pewarnaan akar bayam hijau. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa terdapat hifa septat yang terletak intraseluler, dapat
dilihat pada Gambar 7. Hal tersebut menunjukkan bahwa cendawan mikoriza yang
mengkolonisasi akar tanaman bayam hijau bukan filum Glomeromycota dan
Ascomycota, namun dari filum Ascomycota atau Basidiomycota. Oleh karena itu diasumsikan
tipe mikorizanya adalah ektomikoriza atau ektendomikoriza. Akar bayam tidak
mengalami perubahan morfologi akar (tidak terdapat mantel akar, hartig net, dan hifa ekstraradikal)
sehingga tipe mikoriza pada akar bayam bukan merupakan tipe ektomikoriza.
Gambar
7. Hifa intraseluler. Sumber: dokumen pribadi
Tipe
ektendomikoriza memiliki ciri membentuk hifa intraseluler, membentuk mantel
akar, dan membentuk hartig net. Tipe
mikoriza pada akar bayam hijau tidak dapat dikategorikan dalam ektendomikoriza
hanya berdasarkan adanya hifa intraseluler. Adanya hifa intraseluler dan berseptat
tersebut dapat dimungkinkan merupakan hifa dari cendawan endofit. Cendawan
endofit merupakan cendawan yang mampu melakukan kolonisasi diseluruh bagian
organ tanaman dan juga melakukan simbiosis dengan tanaman secara mutualisme.
Berdasarkan hal tersebut dapat dinyatakan bahwa pada akar bayam hijau tidak
terdapat kolonisasi cendawan mikoriza. Artinya, akar bayam hijau yang diamati
merupakan non host. Eksudat akar yang
dikeluarkan oleh tanaman non host mengandung
senyawa inhibitor untuk perkecambahan spora cendawan mikoriza, sehingga tidak
ada kolonisasi hifa cendawan mioriza diluar maupun didalam sel akar tanaman.
Berdasarkan
beberapa struktur yang ditemukan dari hasil pengamatan, maka kolonisasi
mikoriza pada setiap sampel akar tanaman
dapat dihitung persentasenya. Tabel 1 menunjukkan persentase kolonisasi
mikoriza pada masing-masing sampel akar tanaman.
Tabel
1 Persentase kolonisasi mikoriza
Sampel
|
Struktur
|
Persentase
kolonisasi mikoriza
|
Eucalyptus
sp.
|
Hifa eksternal, mantel
|
60%
|
Cempaka
|
Ditemukan hifa interseluler,
intraseluler, vesikel, hifa koil
|
40%
|
Bayam hijau
|
Tidak ditemukan
|
0%
|
Tabel
1 menunjukkan bahwa persentase kolonisasi mikoriza pada akar tanaman Eucalyptus sp lebih tinggi dibandingkan
dengan kolonisasi mikoriza pada akar tanaman cempaka. Selain itu, dapat
dinyatakan juga bahwa tanaman Eucalyptus sp.
dan cempaka merupakan host bagi
cendawan mikoriza sedangkan tanaman bayam hijau merupakan non host bagi cendawan mikoriza. Hal tersebut didasarkan pada tidak
adanya struktur cendawan mikoriza yang ditemukan pada akar bayam hijau.
Hasil Penyaringan dan
Pengamatan Spora
Cendawan mikoriza yang
terdapat di rhizosfer dapat menunjukkan dua struktur yaitu struktur somatik dan
struktur reproduktif. Struktur reproduktif cendawan dapat berupa spora seksual
maupun spora aseksual. Spora yang dibentuk oleh cendawan mikorizal arbuskular
ukurannya sangat besar dan diameter spora mencapai 500 µm. berdasarkan hal
tersebut, spora cendawan mikorizal arbuskular dapat diisolasi dengan metode
penyaringan. Setelah disaring, spora dapat diamati dengan menggunakan mikroskop
stereo maupun binokuler. Gambar 8 A dan
B menunjukkan hasil pengamatan spora yang berhasil diisolasi dari sampel tanah
tempat tumbuh tanaman Eucalyptus sp.
dan cempaka. Pada praktikum ini tidak diperoleh spora dari sampel tanah tempat
tumbuh tanaman bayam hijau.
Gambar 8 Hasil isolasi spora dari sampel tanah. A
spora pada tanah tanaman Eucalyptus sp.
B spora pada tanah tanaman cempaka. Sumber: dokumen pribadi.
Gambar 8 merupakan
spora yang diamati dengan menggunakan mikroskop stereo. Ukuran spora terlihat
besar dan warna spora terlihat berwarna kuning, oranye, sampai merah bata. Selanjutnya
beberapa spora tersebut diambil untuk diamati menggunakan mikroskop binokuler.
Adapun hasil pengamatan dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10.
Gambar 9 Spora hasil isolasi
dari tanah tanaman Eucalyptus sp. Sumber:
dokumen pribadi.
Spora yang
berhasil diisolasi dari tanah tempat tumbuh tanaman Eucalyptus sp. memiliki ciri berwarna kuning, bentuk globose, halus
atau tidak memiliki ornamentasi, terdapat subtending
hyphae yang tidak membengkak. Berdasarkan ciri tersebut, dimungknkan spora
yang berhasil diisolasi adalah genus Glomus. Berdasarkan Brundrett et al (1996), spora Glomus memiliki struktur yang
simpel yang terbentuk dari hifa yang mengalami pembengkakan. Spora Glomus
disebut juga klamidospora, dinding spora tebal dan tersusun dari satu sampai
beberapa lapis.
Gambar 10 Spora hasil isolasi dari tanah tanaman cempaka. Sumber:
dokumen pribadi.
Gambar 10
menunjukkan spora yang berhasil diisolasi dari tanah tempat tumbuh tanaman
cempaka. Spora berwarna merah bata,
bentuk globose, halus atau tidak memiliki ornamentasi, terdapat subtending hyphae yang tidak membengkak.
Berdasarkan ciri tersebut dimungkinkan spora merupakan genus Glomus.
Spora cendawan mikoriza
memiliki dinding spora tebal, mengandung lipid yang tinggi, karbohidrat, kitin,
dan beberapa β 1-3 glukan (Koltai dan Kapulnik 2010). Deskripsi lengkap
terhadap spora dari cendawan arbuskular sangat diperlukan untuk proses identifikasi
sampai tingkat spesies. Deskripsi lengkap tersebut meliputi perkembangan spora,
struktur spora, hifa eksternal, warna spora, tekstur permukaan spora, ukuran spora,
bentuk spora, subtending hyphae,
content, lapisan dinding spora, dan proses perkecambahan spora. Berdasarkan
karakter tersebut, maka genus spora dapat dibedakan menjadi 5 genus yaitu Glomus, Scutelospora, Gigaspora,
Acaulospora, dan Enthrospora.
Scutelospora dan Gigaspora dibedakan
berdasarkan tempat perkecambahan spora, sedangkan Acaulospora, dan Enthrospora dibedakan
berdasarkan perkembangan spora terhadap sel induk spora (Brundrett et al. 1996).
4.
SIMPULAN
Simpulan dari
praktikum ini adalah akar tanaman Eucalyptus
sp. bersimbiosis dengan cendawan ektomikoriza, akar tanaman cempaka bersimbiosis
dengan cendawan arbuskular, dan akar tanaman bayam hijau tidak bersimbiosis dengan
cendawan mikoriza.